Mohon tunggu...
Chris Djoka
Chris Djoka Mohon Tunggu... -

Aktif dalam upaya penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik dan Masyarakat Tradisional

4 Februari 2014   18:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun ini, sejak awal tahun seperti tarikan gas, semuanya serba kencang. Benar-benar powerful. Hampir gak ada tempat yang benar-benar bebas dari gambar pada spanduk atau baliho-baliho itu. Semuanya sama, entah itu hanya "jualan muka" atau menyampaikan jargon-jargon yang seolah kalau terpilih dia akan benar-benar melaksanakan jargonnya dan seterusnya.

Politik, saban hari kita dengar kata ini seolah tidak pernah terlupa untuk terucap, entah dalam keseharian, atau saat membaca koran atau saat menonton televisi.....hampir semuanya memunculkan kata itu. Ya, benar, karena inilah tahun dimana khalayak ramai memperbincangkan bahwa ini adalah tahun politik. Kata ini seolah menjadi kata sakti, dimanapun kita berada.

Tapi apakah politik juga telah benar-benar menyentuh hak-hak dari eksistensi masyarakat tradisional yang ada dan tersebar di negeri ini???? Itu yang menjadi pokok persoalan. Hampir tidak ditemukan, dalam setiap kalimat jargon "muka-muka" dalam spanduk atau baliho yang berani untuk mengusung perlindungan atau semacamnya terhadap eksistensi masyarakat tradisional di negeri ini, atau khususnya di Kalimantan (Timur) ini. Aneh, aneh, sekali lagi aneh.

Apakah mungkin, para politikus sudah lupa, bahwa masyarakat tradisional di negeri ini juga begitu merindukan para politikus berhati bersih, bukan berwajah "BERSIH" tetapi berhati setan.

Menyorot lebih jauh lagi kedalam bagian-bagian dimana eksistensi masyarakat tradisional dengan segala kearifannya seolah dipertaruhkan di zaman ini, ditengah gerusan perkembangan global, serta "ritual-ritual moderen" yang mulai menimpa mereka, sangat disayangkan bahwa tidak ada satu slogan atau jargon pun yang dikumandangkan oleh manusia-manusia dalam dunia "politik" itu untuk minimal memperjuangkan nasib mereka.

Sebuah kondisi yang juga mungkin dialami oleh khalayak biasa, para kawula, yang juga begitu merindukan sosok-sosok yang luar biasa, yang mau untuk berada didekat mereka dan juga bersama mereka dalam suka dan duka, yang paham tentang mereka, termasuk apa yang mereka butuhkan.

Kembali kepada eksistensi masyarakat tradisional yang ada di negeri ini, tentu akan sangat arif bila suara-suara saudara tidak lagi diperas dalam tahun politik ini, diperas untuk orang-orang yang mungkin sama sekali tidak saudara kenal dan sebaiknya...katakan tidak kepada manusia-manusia itu.

Satu hal yang pasti, sebaiknya, saudara melihat kembali dan mending memilih apabila ada manusia-manusia dari komunitas anda yang berani bersuara untuk anda, yang mungkin dia menjadi salah satu orang yang telah dengan setia mendampingi saudara, dan mungkin wajah atau namanya terpampang pada spanduk atau baliho disekitar anda, karena hanya orang-orang saudaralah yang dapat mengerti saudara.....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun