Mohon tunggu...
Chris Djoka
Chris Djoka Mohon Tunggu... -

Aktif dalam upaya penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Terbius Pesona Tepian Sungai Kayan

12 Maret 2014   08:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah Catatan dari Kota Tanjung Selor, Kalimantan Utara

Air sungai itu mengalir tenang menuju membelah sebuah kota kecil bernama Tanjung Selor yang saat ini sedang berbenah dan mempercantik diri, sebuah kota kecil yang mungkin dalam beberapa tahun mendatang akan menjadi sebuah kota besar nan maju, seiring dengan ditetapkannya kota tersebut menjadi sebuah ibukota provinsi bungsu di negeri ini, yaitu Kalimantan Utara.

Mimpi jutaan manusia untuk berdiri sendiri, terpisah dari sang induk semang bernama Kalimantan Timur akhirnya terwujud setelah melalui perjuangan panjang bahwa wilayah ini dimasa depan akan menjadi salah satu beranda negeri, sehingga dia harus maju dan setara dengan wilayah lainnya di Indonesia.

Mimpi nan mulia itu akhirnya tercapai, dan kini, aku tepat berada pada tepian sungainya, pada sebuah sore nan indah, menikmati indahnya warna air sungai yang terpapar matahari senja, menikmati keriangan warganya, dengan hilir mudik perahu besar dan kecil, sambil menanti sang mentari yang hendak menuju peraduannya.

Sungai Kayan, itulah namanya. Sungai yang membelah kota Tanjung Selor, yang melintasi wilayah 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau, Bulungan dan Tanah Tidung, adalah sungai terpanjang di utara Pulau Borneo mengalir sepanjang 650-an kilometer, mengalir dari pehuluan menuju hilir, menerabas delta Kayan dengan ratusan anak sungainya, dan sejak dahulu kala hingga kini menjadi gantungan puluhan ribu manusia yang menetap pada setiap tepinya.

Sore itu, pada sebuah dermaga khusus di tepi Sungai Kayan, aku duduk sambil memandang langit menerawang seberang sungai, menanti detik-detik perginya sang mentari sambil menanti ufuk senja tiba. Masih terlihat aktifitas manusianya disana, dimana terlihat perahu besar dan kecil menrobos sungai menampakan cipratannya, memberi rasa damai bagi siapapun yang menggantungkan hidupnya pada sungai ini.

Perlahan, sang mentari pergi menuju peraduannya, untuk bekerja kembali menyinari bagian dunia lainnya, meninggalkan senja ditepian sungai dan juga kota ini, membangunkan aktifitas hidup lainnya dalam dunia yang berbeda.

Pada tepian Sungai Kayan kini aku berdiri, mencoba menerawang benak saat setahun yang lalu, dalam sebuah situasi dan kondisi yang sudah jauh berbeda, seolah menampakan diri "baru"nya yang terus bersolek mempercantik diri, untuk dapat dinikmati kelak oleh ribuan warganya, hari ini, esok dan di waktu mendatang.

Selepas senja disertai datangnya sang malam, roda kehidupan warga tepian Kayan tetap berputar. Ratusan kendaraan masih hilir mudik menampakan aktifitasnya, sementara diujung jalanan kota tempat melabuh sauh bagi beberapa kapal besar kini menunjukan aura kehidupan lain. Desis nafas seolah memberikan sebuah jawaban, bahwa kota ini kelak bakal sangat hidup, mengantarkan aneka rutinitas warganya, untuk terus berputar dalam roda hidupnya.

Terbius akan pesonanya, ditemani sang malam yang kini telah datang, kubawa kembali perjalananku pada lebih dari setahun silam. Kota ini tampak sepi, kehidupan seolah berhenti setibanya sang malam. Itulah suasana yang kutemui, pada waktu dulu, saat pertama kali kupijakan kakiku di tanah ini, dan saat kulangkahkan kakiku menuju salah satu sudut di tepian Sungai Kayan. Ah, ini barulah setahun lebih. Bagaimana jika 5 atau 10-an tahun kedepan? Wajah kota ditepian Kayan ini akan semakin berubah, juga sepinya kota akan berganti dengan keriuhan dan mungkin juga kemacetan (ah, yang ini, semoga tidak).

Kini, ditemani sang malam, kuselami kehidupan lain kota ini, diatas dermaga yang dibangun khusus, untuk memberikan kenyamanan sekaligus memanjakan warganya, untuk merasa betah "hidup" di kota kecil ini. Dibawah tenda-tenda berwarna putih nan seragam, diterangi sinar lampu, rona hidup kota ini menampakan wajah "baru"nya.

Diujung sana, terdengan alunan musik ringan, sementara diujung lainnya, nyanyian lain didendangkan, dari suara-suara indah para penyanyi "lokal" dalam pertunjukan nan sederhana bernuansa "live music". Biar kota ini menjadi lebih hidup, begitulah ungkap seorang sahabat yang terlihat akrab dengan sebagian kalangan anak muda yang memenuhi tempat itu. Sungguh berbeda dengan saat pertama kali kupijakan kakiku ditanah ini, dan benar, bahwa kota ini telah menjadi lebih hidup.

Saat senja telah berganti malam, diantara desah nafas warganya dan diantara ragam kesibukan manusianya, kini setelah lebih setahun meninggalkan kota ini, tampak jelas terlihat bahwa kota kecil ini sedang melangkah dan terus melangkah demi mengejar sebuah mimpi yang sejak awal dipelihara, demi sebuah kesetaraan dengan bagian lain di negeri ini.

Di tepian Sungai Kayan ini, yang telah menjadi gantungan hidup dari ribuan manusianya, kini, aku seolah terbius oleh pesonanya, dan semoga pada suatu saat nanti aku dapat menikmati suguhan pesona lain dari tepian sungai ini...................

Note:


  1. Sungai Kayan adalah sungai terpanjang kedua di Kalimantan Timur (sebelum dimekarkan) setelah Sungai Mahakam yang membelah 4 kabupaten di Kaltim (Kab. Mahakam Hulu, Kutai Barat, Kutai Kertanegara dan Kota Samarinda);
  2. Selain Sungai Kayan, di Kalimantan Utara masih terdapat beberapa sungai besar dan juga menjadi urat nadi kehidupan warganya, diantaranya Sungai Sesayap yang membelah kota Malinau di Kabupaten Malinau serta melintasi wilayah Kabupaten Tanah Tidung (kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bulungan), Sungai Sembakung yang melintasi beberapa kecamatan di Kabupaten Nunukuan serta Sungai Sebuku (Nunukan);
  3. Sungai Kayan adalah sungai terbesar dan saat ini direncanakan untuk dibangun PLTA di wilayah Long Peso dengan kapasitas (rencana) sebesar 6000 - 7000 MW dengan investor berasal dari negeri Tiongkok;
  4. Seiring dengan penetapan Kota Tanjung Selor menjadi ibukota Provinsi Kalimantan Utara, terus dikebut pengerjaan turap sepanjang Sungai Kayan yang melintasi kota tersebut dan dimasa depan diperkirakan akan menjadi "Land Mark" dari kota ini;
  5. Penduduk Kota Tanjung Selor terdiri dari beragam etnis, diantaranya penduduk asli dari etnis Dayak (Kenyah, Kayan, Punan) dan Etnis Bolongan dan Tidung serta para penduduk dari luar diantaranya Jawa, Bugis, Timor, Sunda, dan lain-lain;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun