Mohon tunggu...
NUAH PERDAMENTA TARIGAN
NUAH PERDAMENTA TARIGAN Mohon Tunggu... Arsitek - Faculty, Activist, SocioEntrepreneur,Architect

Dr. Ir. NUAH P. TARIGAN., MA., (Dr – Cross Cultural Studies -STTLB dan DRM/ PhD) Cand. Faculty/ Lecturer - Character Building Development Center, Computer Science Department, School of Computer Science - Bina Nusantara University - Jakarta, Indonesia Architect - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Membership since 1995 - No 4673 952 100 Activist - www.pedulidisabilitas.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Pengungsi Rohingya dan Pengungsi Sinabung! Dilema “Pemimpin” Lokal

24 Juni 2015   15:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:04 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANTARA PENGUNGSI ROHINGYA DAN PENGUNGSI SINABUNG! DILEMA “PEMIMPIN” LOKAL

Dr. Ir. Nuah P. Tarigan., MA

Ketua Departemen SDM dan Luar Negeri – Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (HMKI)

Dosen Character Building – Binus University, Jakarta, Pengamat Sosial dan Kemanusiaan dan Aktivis Disabilitas dan Kusta

 [caption caption="TANAH KARO"][/caption]

Mendengar begitu banyak keluh kesah yang tiada henti dari pengungsi Sinabung, yang sering tidak terdengar baik oleh para penguasa dan pemangku kepentingan rakyat lokal membuat banyak kelompok-kelompok yang ada diluar kekuasaan menjadi sangat marah, kepedulian yang seharusnya tercermin dari tindakan yang dapat dirasakan oleh para pengungsi Sinabung sampai saat ini belum juga terjawab dengan baik, perumahan yang disediakan oleh pemegang kekuasaan lokal dan semua yang terlibat belum menjawab semua, rumah yang dibangun di Siosar ternyata tidak layak untuk ditempati, hanya dua orang saja penghuni di lokasi tersebut, itupun tidak tinggal disana, untuk apa? Bangunan dibangun dengan sia-sia karena drainage tidak ada, serta sarana prasarana yang tidak memenuhi syarat-syarat keamanan umum, seperti tangga yang rusak, dan tidak dapat dinaiki dan turun dari tangga tersebut, dari semua yang diungkap diatas secara singkat, kami menangkap ada satu permasalahan kepemimpian lokal di Tanah Karo. Tidak didengarnya jeritan dari rakyat Karo yang sedang mengalami permasalahan dengan baik, menghasilkan “produk” bantuan dan pemberdayaan yang tidak menyentuh ke relung hati, pikiran dan secara fisik. Kecurigaan yang semakin besar menumpuk pada “stakeholders” dan komunitas berdaya di seluruh Indonesia membangun suatu opini negatif terhadap kepemimpinan lokal.

Pandangan kami sebagai yang berkutat pada isu-isu yang berhubungan dengan sumber daya manusia Indonesia dan kepemimpinan, melihat bahwa perubahan paradigma dalam konteks kepemimpinan yang bekerja sangat penting, pemerintahan Jokowi sudah menerapkan dalam konteks nasional, namun tidak ditangkap dengan baik kepemimpinan lokal, dimana kesalahannya? Apakah karena desentralisasi yang meraja-lela atau karena soal mentalitas? Atau masalah kompetensi? Lihat perbedaannya dengan isu Rohingya yang tanpa sulit kita dapat memberikan tempat yang layak bagi mereka yang datang dari luar Indonesia namun bagi pengungsi “domestik” yaitu Suku Batak Karo atau sering disebut Karo saja, tidak dilayani dengan baik, bahkan oleh para “pemimpin” lokal dengan baik, apakah harus dengan paksaan terlebih dahulu dari pemerintah pusat dan rakyat baru ada terjadi perubahan yang signifikan? Dimana rasa dan semangat Pancasilais yang sering kita dengung-dengungkan dan kita gantung dalam ruang kamar kerja kita serta kita hafal dengan baik! Namun nol dalam aksi nyatanya,  sangat memrpihatinkan, bagaimana BNPB bekerja secara efektif dan pusat memberikan dukungan yang prima serta efektif jika “pemimpin lokal” hanya berdiam diri dan tidak peduli sama sekali dengan tekanan psikis, fisik dan yang terutama persamaan Hak mereka dalam hidup? Atau memang pemerintah lokal ingin menghabiskan mereka dengan perlahan-lahan? Atau memang ada lagi agenda tersembunyi pada penguasa dan pengusaha? Kami memertanyakan sikap kepemimpinan macam apa yang dikembangkan di Tanah Karo saat ini? Memang Pilkadasung akan berlangsung pada tanggal 9 Desember yang akan datang, namun apakah pengungsi harus menunggu sampai tanggal tersebut, selama 6 bulan lagi dari sekarang dan mereka terus hidup tanpa daya dan akhirnya bergantung pada orang lain? Mengerikan cara berfikir pemimpin seperti ini, satu jeritan yang kami rekam dapat disampaikan sebagai berikut, semoga ini menjadi bahan pemikiran yang dapat kita bangun menuju masyarakat pengungsi yang lebih berdaya, fokus pada pengungsi dan bukan yang lain dahulu.

Ditengah berkecamuknya gunung Sinabung,

Ditengah bergoncangnya Tanah Karo Simalem,

Banyak terjadi peristiwa,

Dibawah kaki langit yang perkasa ditengah rimbun dedaunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun