Mohon tunggu...
NUAH PERDAMENTA TARIGAN
NUAH PERDAMENTA TARIGAN Mohon Tunggu... Arsitek - Faculty, Activist, SocioEntrepreneur,Architect

Dr. Ir. NUAH P. TARIGAN., MA., (Dr – Cross Cultural Studies -STTLB dan DRM/ PhD) Cand. Faculty/ Lecturer - Character Building Development Center, Computer Science Department, School of Computer Science - Bina Nusantara University - Jakarta, Indonesia Architect - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Membership since 1995 - No 4673 952 100 Activist - www.pedulidisabilitas.org

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran PBB dan Pebisnis dalam HAM dan CSR, Konteks Sosial Masyarakat

3 Juli 2019   17:16 Diperbarui: 3 Juli 2019   17:32 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah penelitian yang bertema Mempromosikan Bisnis Yang Akuntabel Melalui Pemajuan Implementasi UNGP (United Nation's Guiding Principles) Pada Bisnis dan HAM di Indonesia, didukung oleh Uni Eropa, INFID (International NGO Forum on Indonesia Development), UN Global Compact Indonesia dan OXFAM diperoleh beberapa masukan penelitian sebagai berikut tentang baseline studi pelaksanaan UNGP pada bisnis dan hak azasi manusia yang diselenggarakan dengan mitra penting seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, KOMNAS HAM, Asosiasi Pengusaha Indonesia (API), Organisasi Masyarakat Sipil (Pembela HAM), B&HRWG (Business and Human Rights Working Group), Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) serta SHIFT pada tanggal 1 April 2016 hingga 31 Maret 2019, terhadap anggota Serikat Pekerja, Perusahaan, Media dan LSM/ Kelompok tani, fokus bisnis mencakup bidang perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Barat dan Sumatera Utara. United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP BHR) adalah standar global untuk mencegah dan menangani risiko dampak buruk pada hak asasi manusia terkait dengan aktivitas bisnis. 

Pada tanggal 16 Juni 2011, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa secara bulat mendukung Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, membuat kerangka inisiatif tanggung jawab hak asasi manusia perusahaan pertama yang disahkan oleh PBB. [1] The UNGPs mencakup tiga pilar menguraikan bagaimana negara dan bisnis harus menerapkan kerangka: Tugas negara untuk melindungi hak asasi manusia, Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia, Akses untuk memperbaiki bagi korban pelanggaran yang terkait dengan bisnis. (Indonesia Global Compact Network, 2017)

Hal ini berhubungan dengan CSR atau Corporate Social Responsibility yang akan diteliti serta hubungannya dengan performance organisasi perusahaan yang masuk pilar ke dua dari kerangka UNGP HBR. Terlebih khusus lagi dalam bisnis properti di Indonesia. Dengan jumlah 44 perusahaan dari 200 responden perusahaan kecil (5-19 orang), menengah/ Medium 20-99 orang) dan besar > = 100 orang) yang diminta untuk menjawab, hasil penelitian implementasi tersebut sebagai berikut (Muyanto, 2016): Tingkat kepesertaan perusahaan pada asosiasi bisnis dan serikat pekerja. <=50%, 72% perusahaan tidak mengetahui apa itu UNGP BHR.

Setidaknya 50% perusahaan menilai bahwa pekerjanya telah mengikuti lima program jaminan sosial yang ada, bagi 38% perusahaan manfaat Jamsos tidak sebanding dengan biaya yang ditanggung perusahaan, terkait hak pekerja, hanya 29% perusahaan menilai bahwa pembayaran gaji hanya berdasarkan kompetensi semata, 70% perusahaan menilai adanya kebebasan dan berkumpul. 76% perusahaan telah memiliki PKB dengan pekerjanya, sekitar 52% perusahaan menilai bahwa membantu pekerjaan orang tua di lokasi perusahaan tidak sejalan dengan prinsip HAM, sekitar 50% responden memandang mempekerjakan disabilitas menguntungkan usahanya, 63% perusahaan mengaku telah memiliki program CSR, 69% perusahaan mengakui telah memberikan CSR kepada masyarakat terdampak, SOP penegakan HAM umunya telah dimiliki namun Steering Committee internal masih belum banyak dibentuk. Dari konteks media sebagai berikut: 

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM oleh pemerintah masih dinilai cukup sulit, lamban dan mahal, setidaknya 62% responden perusahaan telah memiliki code of conduct untuk menghindari human trafficking, perlindungan konsumen di strategi bisnis dan manual operasional. isu jaminan sosial yang paling banyak diliput tetapi isu CSR paling sedikit diberitakan. Dari semua yang diungkapan dalam penelitian diatas, jelas nyata bahwa CSR adalah salah satu alat yang dapat meningkatkan kinerja atau performance organisasi dalam hal ini adalah perusahaan. 

Misalnya dengan sekitar 50% responden memandang mempekerjakan disabilitas menguntungkan usahanya sudah menunjukkan signifikansi yang tinggi bagi para pelanggan yang merupakan penyandang disabilitas; produktifitas yang lebih baik yang dikaitkan dengan rendahnya angka absentiesme (tidak masuk) dan rotasi; peningkatan praktik bisnis yang mengakomodir penyandang disabilitas menghasilkan praktik-praktik yang bermanfaat bagi semua pegawai. (Indonesia Global Compact Network, 2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun