NurulAlfrida S.
Mahasiswa fakultas dan Ilmu Keguruan
Universitas Islam Nahdlotul Ulama (UNISNU) Â Jepara
Salah satu persoalan yang dialami guru swasta dan honorer di Indonesia adalah mengenai besarnya gaji guru swasta dan honorer yang dibayarkan setiap bulannya. Banyak yang beranggapan, gaji guru swasta dan honorer di Indonesia sangatlah kecil dan tidak berperikemanusiaan. Namun sesungguhnya dibalik itu, sekolah tempat guru swasta dan honorer bertugas tidak bisa berbuat banyak. Setiap Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetatp (PTT) akan mendapatkan dana sebesar Rp 7.800.000 (tujuh juta delapan ratus ribu) per tahun. Artinya dalam satu bulan tiap GTT dan PTT di sekolah tersebut akan mendapatkan gaji sebesar Rp 650.000 (enam ratus lima puluh ribu). Sebagai perbandingan, Upah Minimum Kota (UMK) 2017 yang mengacu pada peraturan Gubernur Jawa Timur No. 121 tahun 2016 adalah sebesarRp. 2.272.167,50. (Dua juta dua ratus tujuh puluh dua ribu seratus enam puluh tujuh, lima puluh). Jika dipresentasikan, maka perbandingan gaji guru swasta dan honorer di sekolah tersebut dengan UMK adalah sekitar 28% atau kurang dari 1/3nya. (kompasiana.com)
Dari data gaji guru di atas, gaji guru swasta dan honorer di Indonesia masih jauh dari kata layak. Guru yang nota benenya memiliki andil besar dalam mencerdaskan anak bangsa hanya dinilai sangat rendah. Gaji yang didapat dengan peran dan tanggungjawabnya sangatlah tidak sebanding. Namun mereka dituntut untuk tetap professional pada proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas pendidikannya. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan guru.
Gaji guru di Indonesia terhitung sangat rendah jika dibandingkan dengan gaji guru di Negara Negara lain. Sebagai perbandingan untuk gaji pokok guru yang sudah berstatus PNS ditambah dengan tunjangan tunjangan lain yaitu bisa mencapai Rp 6.000.000(enam juta) Â per bulan, ini masih kalah besar dengan gaji guru minimum di Singapura yaitu sebesar Rp 13.084.466 (tiga belas juta delapan puluh empat ribu empat ratus enam puluh enam) per bulannya.
Dari perbandingan ini bisa disimpulkan bahwa profesi sebagai guru khususnya guru swasta dan honorer di Indonesia tidak bisa menjamin kesejahteraan hidup. Guru yang seharusnya bisa menjadi pilar bangsa yang menyangga dan menguatkan bangsa tidak bisa mendapatkan jaminan kesejahteraan hidupnya.
Penyetaraan gaji guru swasta dan honorer dengan guru yang sudah berstatus PNS adalah impian mereka para guru swasta dan honorer. Ini dimaksudkan agar tidak ada perbedaan hak kesejahteran bagi seluruh guru di Indonesia. Karena mereka memiliki tugas, tanggungjawab, dan kewajiban yang sama.
Guru swasta dan honorer yang hanya mendapatkan gaji rata-rata sekitar Rp 650.000 (enam ratus lima puluh ribu) per bulan sangatlah tidak layak jika dibandingkan dengan pendapatan tukangbatu ataupun buruh pabrik yang berkisar Rp 2.272.167,50 (dua juta dua ratus tujuh puluh dua ribu seratus enam puluh tujuh, lima puluh). Dengan perbandingan tersebut, dapat menjadikan perubahan pola pikir masyarakat yang akan lebih memilih menjadi buruh daripada menjadi guru. Pola pikir masyarakat seperti ini, mereka akan meremehkan dan tidak mementingkan pendidikan.
Mereka beranggapan bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi dan mahal kalau hanya dinilai sangat rendah. Mereka akan berpikir tanpa pendidikan dan sekolah tinggipun mereka lebih bisa mendapatkan gaji yang lebih besar dan dengan gaji yang besar kesejahteraan mereka akan lebih terjamin.
 Untuk mengubah pola pikir masyarakat yang seperti ini, pemerintah mempunyai peran yang sangat besar. Pemerintah sudah seharusnya memikirkan nasib para guru swasta dan honorer yaitu dengan menyetarakan dengan gaji guru yang sudah berstatus PNS, atau setidaknya dengan memberikan tunjangan-tunjangan lain yang dapat mensejahterakan kehidupan mereka. Jika jaminan kesejahteraan ini dapat terrealisasikan diharapkan dan perbedaan gaji guru dihapuskan guru akan lebih bisa meningkatkan kualitas dan mutu pendidikannya. Apabila kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat, kemajuan bangsapun akan ikut meningkat.