Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gas Melon, Mari Melirik Ke Kompor Induksi

6 Februari 2025   16:28 Diperbarui: 6 Februari 2025   16:28 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompor Induksi (Sumber : blog.duniamasak)

Pikiran publik kembali heboh dan liar  ketika Kisah tabung LPG 3 Kg, atau tabung gas melon, diberikan aturan baru, walaupun  batal dilakukan pembatasan ,namun tetap saja menjadi bahan evaluasi diri terhadap kebijakan subsidi yang banyak dikiati untuk dilanggar.

Kegaduhan menyeruak  mulai  lapisan paling bawah sampai ke para elite di atas. DPR dan Presiden juga turun tangan. Karena menteri ESDM  Balil,  menggelontorkan  kebijakan baru, "Beli gas melon harus pakai KTP. Satu KTP hanya bisa beli satu tabung". Belinya pun harus di agen. Pengecer tidak boleh lagi menjual gas melon.

Mulai 1 Februari 2025, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ESDM, memberlakukan peraturan baru terkait penjualan elpiji 3 kg. Peraturan ini melarang pengecer untuk menjual elpiji 3 kg dengan tujuan agar subsidi energi dapat lebih tepat sasaran

Terjadilah penumpukan pembeli di agen-agen. Antre. Panjang dan  Lama mendapatkan satu tabung gas melon.  Banyak yang sampai berantem. Ada yang ngotot satu KTP untuk beli empat tabung. Pengotot itu bukan pemakai rumahan. Ia punya warung makanan. Satu tabung tidak cukup.Tentu.  Karena itu, Presiden membatalkannya. Keresahan mereda, namun berangsur pulih. Kehebohan itu membuat banyak pihak terhenyak,  banyak yang bisa membuka mata dan sadar bahwa  Gas melon itu, untuk orang miskin, karena subsidi,  banyak yang menerbas, mengaku miskin dengan membeli gas melon itu. Kenapa murah, mudah dibawa dan mudah didapatkan di pengecer,

Secara garis besar, terdapat tiga akar permasalahan utama. Pertama, kebocoran dalam distribusi. Kedua, lemahnya pengawasan. Ketiga, perilaku oknum yang sengaja menyalahgunakan subsidi. Kebocoran distribusi bukanlah cerita fiksi di negara ini, melainkan kenyataan, di mana gas melon yang seharusnya hanya untuk masyarakat miskin sering kali justru sampai ke tangan kelompok yang tidak berhak. Meskipun terdapat tulisan "hanya untuk masyarakat miskin" pada tabung gas, banyak rumah tangga mampu, restoran besar, hingga pelaku industri yang memanfaatkan celah akibat lemahnya pengawasan sistem untuk memperoleh tabung gas bersubsidi.

Lalu kita tahu berhamburan  kelompok dengan mentalitas "rent-seeking" yang tanpa ragu-ragu mengambil keuntungan dari subsidi yang seharusnya tidak mereka terima.

Kompor Induksi (Sumber : blog.duniamasak)
Kompor Induksi (Sumber : blog.duniamasak)

Mental "rent-seeking" merujuk pada sikap atau perilaku individu atau kelompok yang berusaha memperoleh keuntungan ekonomi atau sumber daya tanpa berkontribusi pada produksi atau penciptaan nilai tambah yang nyata. Mereka lebih fokus untuk memanfaatkan celah dalam sistem, seperti kebijakan atau regulasi, untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah atau tidak adil. Dalam konteks ini, kelompok dengan mentalitas rent-seeking akan berusaha memanfaatkan subsidi, aturan, atau sumber daya yang tidak semestinya mereka terima, hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka, tanpa memberikan manfaat yang sebanding bagi masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

Selaian aspek pengawasan, juga perubahan sikap mental serta memberikan perubahan mind set terhadap  alih dari kompor gas  LPJ, ke biogas, kompor listri, maupun kompor induksi.  Dalam tulisan ini akan difokuskan pada penggunaan Kompor induksi.

Oleh karena itu, Kompor induksi, merupakan solusi baru. Kompor induksi  mungkin baru-baru ini menjadi sorotan, tetapi teknologi memasak jenis ini sudah ada selama beberapa dekade. Frigidaire adalah yang pertama mendemonstrasikan kompor induksi pada tahun 1950-an, dan Westinghouse merilis model-model rumah tangga pada awal 1970-an. Namun, kompor induksi baru benar-benar populer dalam dekade terakhir ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran energi di kalangan konsumen. Dari perspektif keberlanjutan, kompor induksi adalah pilihan terbaik," kata Matt Daigle, pendiri dan CEO perusahaan perbaikan rumah berkelanjutan, Rise. "Mereka efisien dan membantu menurunkan tagihan listrik serta jejak karbon rumah Anda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun