Kendala Swasembada Pangan di Indonesia
Swasembada pangan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, antara lain:
- Ketergantungan pada Impor: Beberapa komoditas, seperti beras dan kedelai, masih bergantung pada impor, yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi harga internasional.
- Keterbatasan Lahan Pertanian: Konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, seperti perumahan dan industri, mengurangi luas lahan yang tersedia untuk produksi pangan.
- Perubahan Iklim: Perubahan iklim menyebabkan cuaca yang tidak menentu, seperti banjir dan kekeringan, yang berdampak pada hasil pertanian.
- Infrastruktur yang Kurang Memadai: Kualitas infrastruktur pertanian, seperti irigasi, jalan, dan fasilitas penyimpanan, seringkali masih rendah, yang menghambat distribusi dan aksesibilitas pangan.
- Kurangnya Teknologi Pertanian Modern: Adopsi teknologi pertanian yang lebih efisien masih rendah, yang mengakibatkan produktivitas yang tidak optimal.
- Pendidikan dan Pelatihan Petani: Banyak petani yang belum mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang memadai tentang praktik pertanian yang baik dan berkelanjutan.
- Permasalahan Sosial dan Ekonomi: Kemiskinan di kalangan petani dan kurangnya akses ke pasar juga menjadi kendala dalam meningkatkan produksi pangan.
Mengatasi kendala-kendala ini memerlukan pendekatan terpadu, melibatkan pemerintah, petani, generasi muda, Â dan sektor swasta untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.
Alasan Generasi Muda Tidak Mau Bertani
Sektor Pertanian yang semakin menua, sebab minat gerasi muda belum banyak berminat untuk menggeluti bidang pertanian.
Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa petani semakin menua. Proporsi petani berusia 55 tahun ke atas meningkat, sementara jumlah petani berusia 44 tahun ke bawah mengalami penurunan.Â
Dalam survei terhadap 135 responden berusia antara 15-26 tahun, ditemukan alasan mengapa generasi Z kurang tertarik untuk terjun ke bidang pertanian. Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka merasa bidang pertanian tidak menawarkan pengembangan karir (36,3 persen), berisiko tinggi (33,3 persen), memiliki pendapatan yang rendah (20 persen), kurang dihargai (14,8 persen), dan dianggap tidak menjanjikan (12,6 persen).
Ada beberapa alasan mengapa generasi muda jarang mau bertani:
Pertama, Pandangan Karier: Banyak yang menganggap bertani sebagai pekerjaan yang kurang menjanjikan dan lebih memilih profesi yang dianggap lebih modern atau bergengsi.
Kedua, Kesulitan Akses: Terdapat tantangan dalam mendapatkan akses lahan, modal, dan teknologi yang diperlukan untuk bertani secara efisien.
Ketiga, Kurangnya Pengetahuan: Pendidikan dan pelatihan tentang pertanian sering kali kurang, sehingga generasi muda merasa tidak siap untuk terjun ke bidang ini.