Benar ataukah salah tulisan “Sosial Oriented” , tidak cukup waktu untuk dibahas. Yang penting adalah bekerja bersama inovasi dalam terapan yang dilatar belakangi oleh semangat sosial dalam inovasi pendidikan. Kami menulisnya demikian karena jujur saja harus tegas diungkapkan bahwa semua ini berawal dari “Anggaran”.
Berapa kesenjangan yang dipengaruhi oleh anggaran dan berapa kegagalan yang didatangkan karena kesenjangan?
Contoh mirisnya terkait percetakan soal ujian semester ataupun soal ujian kenaikan kelas, karena terlalu banyak berdiskusi anggaran, penyerahan soal ke percetakan terlambat, Rp. 100 x jumlah siswa = saya dapat berapa?, percetakan bingung. Dampak selanjutnya pada terlantarnya peserta didik yang menjadi objek orasi, tapi ini bukan untuk dibahas dalam buku ini. “Nanti waktu habis untuk diskusi, gunakan waktu Anda untuk bekerja ya” kata Ali Dachlan.
Bukan pula membahas kesenjangan pengaruh anggaran antara kepala plus dengan kepala minus. Karena anggaran dan kesejangan pula-lah yang membuat seksi kurikulum tidak terlalu berfungsi pada tupoksi yang dianggarkan. Tapi tidak mengapa “Ada hal yang lebih penting untuk tugas yang lebih penting”. Kita harus belajar seperti gerantang dalam kisah cupak gerantang. Cupak yang karena anggaran semua ingin dimakan, tapi Gerantang menghadapinya dengan sabar, ikhlas dan bekerja.
Yang penting direnungkan adalah sejauhmana orientasi atau sasaran kerja kita untuk sebuah pengabdian. Jujur saja tanpa anggaran pengabdian juga tidak akan jalan, tapi harus lebih jujur bahwa bukankan selama ini sederet pengabdian selalu dianggarkan?. Disinilah letak pentingnya revolusi inovasi pendidikan yang berlatar belakang kepada orientasi sosial.
[caption caption="Pendikarisos (Dokpri)"][/caption]Orentasi yang berharap kepada keinginan bekerja dan menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk melaksanakan praktik-praktik yang baik menuju hasil optimal dalam satuan pendidikan. Kita harus mampu menghapus jejak pemikiran dan keinginan bekerja “hanya apabila ada anggaran” agar kebiasaan yang mengakibatkan segala program kerja yang teranggarkan tidak terhapus baik jejak ataupun hasilnya yang tidak berkah. Kita akan pasti mendapatkan anggaran yang lebih dari hasil kerja ikhlas kita kok bung!!!. Dari mana? dari yang Maha Kaya dan Maha Kuasa, dan maha memberikan keberkahan hidup. itu pasti, bung!!! asal mau belajar merasa cukup untuk anggaran dan tidak merasa cukup untuk berbuat sosial.
Selanjutnya, photo diatas kami tampilkan sebagai contoh jalinan kerja sama, bagian kecil diantara pelaksanaan praktik-praktik yang baik dalam menejemen berbasis sekolah (MBS). Sekilas jika kita mau bekerja, kerjasama bisa saja dengan menanamkan kepribadian hemat dan sosial kepada peserta didik. Manfaatnya bisa memprogramkan kegiatan sosial dari hasil kerjasama bersama orang tua / wali peserta didik, dan lembaga sosial lainnya dengan mengagendakan program sosial untuk santunan Yatim Piatu disekitar sekolah ketika perpisahan / pelepasan siswa / penyerahan tabungan, sebagaimana BSK yang setiap tahun juga bershadakah dari hasil mereka bermuammalah, bermuasyarah, dan menunjukkan ahklaq yang baik yang semoga diridhai Allah SWT sebagai ikhtiar untuk kemaslahatan hamba-Nya.
Wallhua'lam
Salam Muak dan Bangkit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H