Kian banyak yang menari-nari riang dalam tangisan pertiwi
Kian menetas penerus-penerus yang melanjutkan jejak anjing-anjing penjilat
Yang girang menggerayangi senti demi senti kemolekan sang bunda
Tiada henti mengoyaknya berkali-kali, mengecap kepuasan bersama birahi
Pertiwi bagai sampah, ketika ia tak lagi perawan
Pertiwi tak lagi dipandang, ketika ia kian meredup
Ia nyaris mati!
Sampai kapan manusia ini akan mengerti?
Sampai kapan manusia ini akan menyadari?
Sampai kapan manusia ini akan berhenti memaki?
Pertiwi yang memberinya kehangatan telah menjadi dingin.
Pertiwi yang meyediakan susu telah menjadi kering.
Pertiwi yang menyebarkan kupu-kupu yang menari-nari, telah menjadi lesu.
Masih beranikah kau angkat wajahmu di hadapan bumi?
Bersama fitnah yang kau acung-acungkan dengan tangan kejimu
Jangan salahkan pertiwi, jika ia tak lagi memberimu nasi!