Mohon tunggu...
Niswah
Niswah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tidur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Verbal: Bahaya yang Sering Diabaikan

7 Januari 2025   10:42 Diperbarui: 7 Januari 2025   11:35 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kekerasan verbal adalah tindakan menyakiti seseorang melalui kata-kata kasar, hinaan, cercaan, atau ancaman. Tindakan ini termasuk penganiayaan emosional karena menyerang harga diri dan rasa percaya diri korban. Anak-anak, misalnya, dapat menjadi korban kekerasan verbal ketika mereka diteriaki, dipermalukan, atau diabaikan secara terus-menerus. Dampaknya dapat merusak perkembangan diri mereka, baik secara emosional maupun sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, kekerasan verbal sering kali dianggap hal yang biasa. Padahal, dampaknya terhadap korban bisa sangat merusak, terutama bagi kesehatan mental dan emosional. Kekerasan verbal merupakan salah satu bentuk kekerasan yang tidak hanya terjadi dalam lingkup keluarga, tetapi juga di sekolah, tempat kerja, hingga media sosial.

Kasus nyata yang menunjukkan bahaya kekerasan verbal adalah pengalaman anak Andika Mahesa, vokalis Kangen Band. Anak tersebut mengalami trauma akibat intimidasi verbal dari orang tua teman sekolahnya, setelah terjadi perselisihan kecil terkait mainan. Peristiwa ini berujung pada perawatan medis selama tiga hari dan pelaporan kepada pihak berwenang. Kasus ini mencerminkan bagaimana kekerasan verbal bisa berdampak langsung pada kesehatan mental anak-anak.

Kekerasan verbal disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk emosi yang tidak terkendali, lingkungan yang toxic, stres, trauma masa lalu, dan kurangnya kemampuan komunikasi yang sehat. Budaya yang membenarkan perilaku kasar dan media yang sering kali mempromosikan kekerasan juga turut memperburuk situasi.

Dampaknya terhadap korban sangat serius, mulai dari gangguan kecemasan, depresi, hingga hilangnya rasa percaya diri. Dalam jangka panjang, korban dapat mengalami trauma mendalam yang sulit untuk disembuhkan. Anak-anak yang sering menjadi korban kekerasan verbal berisiko tumbuh menjadi individu yang apatis, agresif, atau bahkan kehilangan kemampuan sosial.

Dalam pandangan hukum, kekerasan verbal juga diakui sebagai tindakan melanggar undang-undang. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tindakan yang merugikan anak, termasuk kekerasan verbal, dapat dikenai sanksi hukum. WHO juga mengakui kekerasan verbal sebagai bentuk kekerasan emosional yang berdampak buruk pada perkembangan anak.

Untuk mengatasi kekerasan verbal, korban disarankan untuk mencari dukungan dari orang yang dipercaya, seperti orang tua, guru, atau teman. Melapor kepada pihak berwenang juga penting jika kekerasan terus terjadi. Di sisi lain, pelaku kekerasan perlu diberikan edukasi tentang dampak buruk tindakan mereka, sehingga perilaku ini tidak terus berlanjut.

Sebagai masyarakat, kita harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara emosional. Kekerasan verbal tidak boleh dianggap remeh, karena dampaknya sangat nyata. Dengan langkah preventif seperti edukasi dan mediasi, diharapkan kasus kekerasan verbal dapat ditekan, dan korban mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun