Zakat dan infak adalah bagian dari amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada seluruh umat Islam di dunia. Perbedaan zakat dan infak adalah terletak pada sifatnya wajib atau tidak dan orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat wajib dibayarkan oleh muslim yang memenuhi syarat. Sedangkan infak adalah ibadah sunnah bagi mereka yang memiliki kelebihan harta. Saat ini peran dan kedudukan zakat semakin strategis. Selain memiliki fungsi ibadah, zakat juga memiliki fungsi sosial. Dalam perkembangannya, fungsi sosial ini tak hanya bersifat charity namun juga untuk kegiatan ekonomi produktif.
Potensi zakat di Indonesia sangat besar, hasil penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS dan FEM IPB (2011) melaporkan bahwa Indonesia memiliki potensi dana zakat sebesar Rp 217 triliun. Potensi ini bila bisa tergali optimal dan dananya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif maka dampaknya cukup signifikan bagi pengurangan kemiskinan di Indonesia. Dalam praktik pengelolaan zakat, Indonesia lebih bersifat  voluntary basis, yakni zakat yang dibayarkan atas dasar kesadaran dan kesukarelaan masyarakat. Ini berbeda dengan negara seperti  Pakistan, Sudan, Arab Saudi, Libya dan Malaysia yang bersifat obligatory basis, yaitu sistem wajib zakat (IMZ, 2010).
Pada praktiknya, ketika seorang muslim membayar zakat atau memberi infak dan sedekah, sesungguhnya ia bukan sekedar memberikan uang kepada orang lain. Dalam aktivitas zakat dan sedekah, ada juga beragam manfaat yang dimilikinya bila ditinjau dalam perspektif sosial dan ekonomi bagi orang-orang yang menerimanya. Manfaat tersebut tidak selalu berarti pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga pemenuhan kebutuhan rohani sehingga melibatkan kesehatan mental.
Pengelolaan zakat di Indonesia pada awalnya di atur dengan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Regulasi ini kemudian berubah seiring kemunculan UU Pengelolaan Zakat Nomor 23 tahun 2011. Dalam undang-undang yang baru, semakin menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada semua unsur yang terkait dengan zakat, baik muzaki, mustahiq maupun amil. Perlindungan yang dimaksud adalah memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pelaksanaan zakat. Setiap unsur yang berkait dengan pelaksanaan zakat, baik penerimaan, pengelolaan dan pendistribusian zakat diatur dan dijamin oleh peraturan.
Pelaksanaan dari UU tadi, diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014. Selanjutnya, UU Zakat tadi juga diharapkan mendorong upaya pembentukan institusi zakat yang diharapkan dapat amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Jenis institusi zakat yang diakui dalam UU Zakat yaitu BAZNAS dan LAZ serta UPZ. Dalam UU ini juga menempatkan pemerintah berfungsi sebagai fasilitator, koordinator, motivator dan pengatur bagi pengurusan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS LAZ dan UPZ tersebut. Pemerintah mendorong agar institusi zakat menjadi institusi yang profesional, amanah, tulus, dan mandiri.
Bila melihat kenyataan di negeri ini, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia memperhatikan potensi zakat dan infak sebagai salah satu modal utama dalam pembangunan. Dimensi sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh amal ibadah zakat merupakan kombinasi yang tepat bagi pembangunan rakyat Indonesia secara fisik dan mental. Dari sini kita semakin menyadari bahwa agama Islam membawa rahmat bagi seluruh alam.
Dalam pandangan ilmu sosial, ketika seorang muslim membayar zakat dan infak maka kegiatan tersebut sama artinya dengan membangun ikatan persaudaraan dengan orang-orang yang berada di luar lingkungan sosial mereka, menumbuhkan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, dan menumbuhkan perasaan bersyukur karena mampu hidup dalam keadaan lebih baik daripada orang lain.
Sedangkan bila ditinjau dari perspektif ekonomi, dana zakat merupakan modal yang selalu tersedia dalam membangun perekonomian masyarakat fakir miskin. Dana zakat saat ini dikembangkan bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat fakir miskin, namun fungsi zakat telah mengarah kepada pemberdayaan masyarakat muslim kurang mampu agar mereka kelak lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Dana zakat dapat digunakan untuk pemberdayaan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan.
Menuju Perluasan Maslahat
Saat ini harus kita akui, demikian banyak masalah yang menimpa Umat Islam di negeri ini. Ada beragam persoalan sehari-hari umat Islam yang membutuhkan penanganan. Persoalan dasar seperti kemiskinan, kebodohan, atau kesehatan masih membelit kehidupan banyak orang. Di sekitar kita juga bisa dengan mudah kita jumpai sejumlah orang yang sedang kesulitan ekonomi, biaya pendidikan atau butuh bantuan kesehatan.
Dalam implementasinya, program pendayagunaan zakat tidak hanya memiliki dampak ekonomi bagi mustahik, tetapi juga dampak sosial dan spiritual. Kondisi ini diharapkan akan membangun persaudaraan dan solidaritas di antara warga miskin. Dengan semakin baiknya orang-orang yang mendapatkan bantuan zakat ini, semoga semakin mendorong mereka memiliki ketahanan mental-spiritual. Hal ini selaras dengan strategi pengentasan kemiskinan yang selama ini hendak diterapkan oleh pemerintah, yaitu : 1) strategi peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktifitas, 2) strategi pengurangan beban, melalui pengurangan beban  kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya, 3) strategi peningkatan kepedulian dan kerjasama stake-holders dalam membantu masyarakat miskin.