[caption id="attachment_258181" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (Tri Lokon)"][/caption] Masyarakat Indonesia sangat akrab dengan makanan gorengan. Hampir semua bahan makanan bisa dijadikan makanan gorengan, seperti pisang goreng, tahu goreng, ikan goreng, nugget goreng, dan keripik buah yang digoreng. Selain gampang dibuatnya, makanan goreng dirasa lebih enak bagi kebanyakan orang dibanding dengan makanan yang direbus atau dikukus. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat mulai sadar tentang dampak konsumsi makanan gorengan bagi kesehatan. Apalagi makanan gorengan yang dijajakan dipinggir-pinggir jalan dimana kita tidak tahu proses pembuatan. Sehingga tak jarang masyarakat, khususnya ibu rumah tangga, memilih untuk membuat sendiri makanan gorengan.
Kebanyakan, makanan gorengan menggunakan banyak minyak untuk menggorengnya. Sering kali, masih banyak minyak yang tersisa. Tak jarang, minyak sisa ini digunakan kembali untuk menggoreng atau memasak makanan lainnya dengan alasan penghematan. Namun, seberapa kalikah minyak goreng dapat digunakan kembali untuk menggoreng? Hal ini tentu saja terkait dengan kesehatan yang semakin lama masyarakat semakin menyadarinya.
Perlu diketahui, saat menggoreng, minyak akan kontak dengan air dari bahan makanan yang digoreng dan udara sekitar. Hal ini akan menyebabkan minyak teroksidasi dan terbentuk polimer-polimer seperti akrilamid yang bersifat karsinogenik. Semakin sering minyak digunakan semakin banyak kandungan senyawa-senyawa berbahaya tersebut. Selain itu, kandungan lemak jenuh pada minyak akan semakin tinggi seiring dengan jumlah pemakaian. Lemak jenuh dianggap sebagai pemicu tingginya kolesterol tubuh. Sehingga ancaman terhadap penyakit seperti kanker, tumor, dan penyakit degeneratif lainnya semakin tinggi jika kita mengkonsumsi makanan gorengan yang digoreng dengan minyak “bekas”.
Sebelum menggunakan minyak bekas, perlu diketahui tanda-tanda minyak sudah tidak layak digunakan. Minyak yang sudah tidak layak digunakan kembali dapat dikenali dengan mudah dari warna dan aromanya. Minyak yang sudah berwarna gelap dan kental sudah tidak layak untuk digunakan karena kandungan polimernya tinggi. Minyak yang sudah rusak biasanya berbau tengik. Jika sudah menunjukkan tanda-tanda tersebut maka lebih baik tidak memakai minyak tersebut untuk menggoreng atau memasak.
Berapa kali minyak sebaiknya digunakan tergantung dari proses dan jenis makanan yang digoreng. United State Department of Agriculture (USDA) menyarankan untuk membuang minyak yang mengandung asam lemak bebas lebih dari 2%. Di negara Turki, penggunaan minyak goreng untuk menggoreng dianjurkan hanya 3 kali pemakaian. Setelah 3 kali pemakaian, sebaiknya minyak tidak digunakan kembali untuk memasak atau menggoreng. Namun, tidak harus setelah 3 kali digunakan, jika setelah 1 kali digunakan minyak sudah menunjukkan warna gelap, kental, dan bau tengik maka minyak tersebut sebaiknya jangan digunakan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H