Penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran digital semakin populer di Indonesia. QRIS diluncurkan oleh Bank Indonesia bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi digital, memberikan kemudahan bagi konsumen, dan terjaga keamanannya.Â
Namun, belakangan ini muncul beberapa fenomena di mana para pedagang memanfaatkan kesempatan dengan membebankan biaya tambahan kepada pelanggan yang menggunakan QRIS. Tindakan ini dianggap merugikan pelanggan dan bertentangan dengan aturan BI, sehingga otoritas moneter menegaskan bahwa pedagang yang melanggar akan diberikan sanksi tegas.
Alasan utamanya biasanya terkait dengan biaya Merchant Discount Rate (MDR), yang merupakan persentase biaya transaksi yang dikenakan kepada pedagang setiap kali menerima pembayaran melalui QRIS.Â
Sebagian pedagang tidak senang menanggung biaya ini, terutama mereka yang menjalankan bisnis kecil dengan margin keuntungan yang rendah. Akibatnya, beberapa perusahaan memilih untuk menutupi biaya tersebut dengan menaikkan harga atau mengenakan "biaya administrasi" setiap kali pembayaran menggunakan QRIS. Bank Indonesia secara tegas melarang pedagang membebankan biaya tambahan kepada konsumen.
BI menegaskan bahwa pedagang harus bertanggung jawab atas biaya transaksi QRIS, bukan pelanggan. Jika praktik ini terus terjadi, BI akan mengambil tindakan tegas, mulai dari peringatan hingga sanksi administratif.Â
Kebijakan ini diterapkan untuk memastikan transaksi QRIS nyaman dan tidak merugikan masyarakat. Konsumen tidak harus dipaksa membayar lebih hanya karena memilih metode pembayaran yang dianggap lebih mudah dan aman.Â
Ada beberapa risiko yang dapat muncul jika pedagang dibiarkan terus membebankan biaya tambahan. Pertama, konsumen akan enggan menggunakan QRIS, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekosistem pembayaran digital. Kedua, masyarakat akan merasa dirugikan karena tidak ada perbedaan harga antara transaksi digital dan tunai.Â
Jika fenomena ini tidak ditangani segera, kepercayaan masyarakat terhadap QRIS dapat tergerus. Meskipun demikian, pembayaran digital memiliki potensi besar untuk meningkatkan transparansi dalam transaksi.Â
Bank Indonesia dan penyedia layanan pembayaran harus meningkatkan sosialisasi agar pedagang lebih memahami aturan ini. Diharapkan pedagang dapat mengikuti kebijakan BI tanpa mengorbankan hubungan pelanggan. Akibatnya, transformasi digital Indonesia dapat dilakukan dengan lebih cepat dan adil bagi semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H