Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Merayu Sang Pemimpi

6 Desember 2018   07:48 Diperbarui: 8 Desember 2018   17:02 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kerumunan yang kehilangan percakapan, kita larut menjadi malam di secangkir kopi sasetan.

Menyaksikan langit terpejam, sebagai peringatan tentang orang-orang yang lebih dulu pergi untuk menemui dan menjadi filosofi. 

Menangisi bintang-bintang yang bunuh diri, karena aku lebih suka merayakan patah hati daripada hidup kembali.

Perasaan, menjadi perihal yang tidak ingin aku bawa ketika kita memunguti bahasa. Kamu dengan sabar, dan aku yang hambar. Puisi terlalu manis dan menyakiti. Aku ingin mencari kamu yang bebas dari hujan, bunga, senja, dan alang-alang.

Tapi, kamu curang.

Diam-diam memasuki mimpi-mimpiku yang masih kanak-kanak, dan menggandengnya keluar. Menyodorkan secawan realita yang kausebut cinta, dan kuhina sebagai dusta.

Hati yang kutanggalkan dan kutinggalkan di bawah pohon ketapang telah dicuri oleh sekawanan musang.

Sekarang, bagaimana?

Aku tidak punya perasaan,

apa kamu bawa hati cadangan?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun