Mataku terpejam. Meringkuk di lantai keramik. Bergumul dengan dingin yang menelusup hingga ke jantung.
Aku menggumam gentar gemetar tak berkesudahan. "Mimpi itu nyata ... mimpi itu nyata ... mimpi itu nyata ... nyata ... nyata ... nyata ..."
Tremor menjangkitiku dari kepala hingga kaki. Merasuk kembali segala kengerian yang bertubi-tubi merayapi lingkaran hidupku yang tadinya baik-baik saja.
Nyonya Deasy, Nyonya Lily, lalu Elfat? Apakah sosok Elfat yang kutemui dalam mimpi itu nyata? Mengapa wujudnya mirip sekali dengan Nyonya Lily? Apakah mereka sesungguhnya orang yang sama?
Ah!
Tanda tanya bertindak seperti kalajengking tua yang berjalan-jalan di otakku sembari memainkan sengatnya. Berkelebat tokoh-tokoh lain, tempat-tempat asing, dan agenda-agenda yang gagal.
Ngilu. Seringai waktu menghujami lobus oksipital dan temporal. Aku merasa telah terlibat begitu lama, begitu jauh. Tapi, kapan? Di mana?
Kamu mencari, hingga kehilangan apa? Kamu kehilangan, hingga mencari apa?
Bergidik, suara bengis perempuan itu datang lagi. Perempuan yang sama dengan sosok yang berkidung di malam perjamuan.
"Siapa dia ... siapa dia?" Aku bergumam.
"Siapa kamu?" Suara berat seorang laki-laki menyahut dari arah ... kanan!