Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Akulah Bom Waktu

21 September 2018   10:06 Diperbarui: 21 September 2018   10:25 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulutku terkunci. Diam menjadi satu-satunya jalur menuju gerbang hati paling riuh yang pernah kamu kenali. Hujan deras turun, dan tak ada tempat berteduh yang bisa jadi tujuanmu berlari.

Jalan saja, pelan-pelan, atau berhenti.

Dengarkan bulir-bulir yang tengah berusaha bicara. Terbata. Basahnya membisiki nama yang telah lama kamu puja. 

Aku senyap, membiarkanmu menerka. 

Kamu terlalu lama memelihara lupa, bahkan padaku, padamu sendiri, dan pada ilalang yang mengikat kita berdua.

Sementara langit menggumamkan bahasa alam yang muram, kamu hanya bisa membalasnya dengan hal-hal kelam berbuih hitam. Kamu menjadi angin yang menolak bergerak. Aku mengataimu udara, tapi kamu tidak terima.

Baiklah.

Pada bumi, aku titipkan rasa-rasa berbahaya.

Akulah bom waktu yang berdetik, berdetak menunggumu tiba.

Kamu, tak perlu tergesa-gesa.

***

Cimahi, 21 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun