Mohon tunggu...
Novita Sikome
Novita Sikome Mohon Tunggu... Wiraswasta - Love my family

Live as I want to..\r\nMencintai gunung,\r\nMengoleksi bunga anggrek,\r\nMenggilai Superman DC Comics,\r\nMerasa sebagai warga negara dunia,\r\nMenulis untuk kepuasan hati...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Hari Kartini (Dan/Atau) Maria Walanda Maramis?

21 April 2013   00:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:52 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SELAMAT HARI KARTINI (DAN/ATAU) HARI MARIA WALANDA MARAMIS?

Siapa yang tidak mengenal sosok seorang wanita Jawa berdarah bangsawan bernama R.A Kartini?. Sudah pasti hampir seluruh rakyat Indonesia tahu siapa wanita istimewa ini. Hari ini, tanggal kelahiran Ibu Kartini bahkan kita peringati sebagai Hari Emansipasi kaum perempuan negara kita. Beliau pun pada akhirnya ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional, dan berbagai macam acara seringkali diadakan untuk mengenang jasa-jasa RA Kartini sekaligus sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap beliau. Lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, dari sebuah keluarga yang cukup mapan, Kartini terbiasa dengan kehidupan kaum bangsawan, yang memiliki adat istiadat cukup kuat pada jaman itu. Saya rasa, tidak perlu mengupas terlalu dalam tentang Ibu Kartini karena ada begitu banyak ulasan di majalah, koran, bahkan buku yang menceritakan tentang kisah hidup dan perjuangan RA Kartini. Bagaimana beliau merasa begitu terkungkung dengan adat istiadat yang cukup keras pada jaman itu, dan juga kisah ketika beliau mendirikan sekolah bumiputera untuk kaum perempuan. Kartini begitu tergugah dengan pemikiran kaum perempuan Eropa yang dipandangnya sebagai sesuatu yang sangat luar biasa, dimana seperti tidak ada batasan bagi kaum perempuan untuk berkarya, ataupun mewujudkan cita-citanya sesuai dengan keinginan hati mereka. Suatu hal yang begitu berbeda dengan apa yang dialami oleh puteri seorang Bupati Jepara ini. Sehingga pada akhirnya, dia mengumpulkan teman-teman dan kerabatnya untuk diajarkan baca tulis.

Sekarang kita bicara tentang sosok seorang Maria Walanda Maramis. Lahir di Kema, Sulawesi Utara pada tanggal 1 Desember 1872, lebih tua 7 tahun dari RA Kartini. Menjadi yatim piatu pada usia 6 tahun, membuat Maria harus tinggal dengan Paman dan Bibinya. Oleh sang paman, Maria dan saudaranya dimasukkan ke sebuah sekolah Melayu, dimana mereka diajarkan membaca dan sedikit pengetahuan sejarah serta ilmu pengetahuan umum, karena pada jaman itu, hanya itulah satu-satunya pendidikan resmi yang bisa diterima, karena perempuan diharapkan untuk menikah dan mengasuh keluarga. Seperti halnya Ibu Kartini, beliau juga sering menulis opini pribadinya, yang terbit lewat Koran bernama Tjahaja Siang, dimana dalam artikel-artikelnya, beliau menulis tentang pentingnya peranan kaum perempuan dalam keluarga, karena merupakan “Guru” awal bagi anak-anak, dimana pendidikan-pendidikan dasar anak-anak, yang merupakan cikal bakal pemimpin negeri, berada ditangan kaum perempuan. Menyadari bahwa wanita-wanita muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, Maramis bersama beberapa orang lain mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada tanggal8 Juli1917. Tujuan organisasi ini adalah untuk mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya, yang pada akhirnya, berubah menjadi usaha mencari nafkah pada saat perang berkecamuk, karena dengan keahlian yang telah mereka peroleh, para Ibu-Ibu muda itu bisa mencari nafkah untuk keluarga mereka, karena para kepala keluarga yang tidak bias melaksanakan tugas mereka, oleh karena mereka harus ikut berperang.

Pada tahun 1919, sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan namaMinahasa Raad. Mulanya anggota-anggotanya ditentukan, tapi pemilihan oleh rakyat direncanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat selanjutnya. Hanya laki-laki yang bisa menjadi anggota pada waktu itu, tapi Maramis berusaha supaya wanita juga memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan tersebut. Usahanya berhasil pada tahun 1921 dimana keputusan datang dari Batavia yang memperbolehkan wanita untuk memberi suara dalam pemilihan anggota-anggotaMinahasa Raad.

Mengapa saya memberi judul tulisan ini seperti diatas? Baik RA Kartini maupun MW Maramis adalah dua sosok yang cukup penting. Apa yang telah mereka lakukan untuk kaum perempuan dinegeri ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun sayang sekali, MW Maramis kelihatannya tidak terlalu populer dibandingkan dengan RA Kartini. Bukan terkenal untuk disanjung dan dipuja-puji, namun apa yang beliau lakukan, sepertinya tidak terlalu familiar bagi kalangan kaum perempuan. Hidup pada jaman yang sama, berjuang pada jaman yang sama Satu lewat tulisan dan pemikirannya (RA Kartini) dan yang satunya lagi juga lewat tulisan serta terjun langsung ke masyarakat, menjadi penyuluh dan pengajar pada masa gelap di Sulawesi Utara. Tidak ada peringatan secara nasional, tidak ada acara dan penghormatan-penghormatan terhadap beliau. Orang hanya mengenal RA Kartini, sebagai satu-satunya pelopor emansipasi bagi kaum perempuan Indonesia. Sesuatu yang terasa berat sebelah. Namun saya yakin, baik Ibu Kartini maupun MW Maramis, tidak merasa keberatan dengan semua itu. Mereka tak pernah tahu, bahwa apa yang telah mereka lakukan pada masa lampau, berdampak begitu besar bagi kaum perempuan Indonesia. Saya tetap menghargai semua itu. Saya tetap merayakan tanggal 21 April sebagai Hari lahirnya pelopor emansipasi perempuan Indonesia, dan juga 1 Desember secara pribadi, sebagai Hari lahirnya seorang pelopor Emansipasi perempuan Indonesia, yang lainnya. Selamat Hari Kartini! (NS/2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun