Mohon tunggu...
OAP
OAP Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

Mulai menyukai sejarah dan filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Penerapan Agama Sebagai Sistem Perintah dan Larangan

15 November 2024   06:30 Diperbarui: 15 November 2024   10:45 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul: Agama sebagai Sistem Perintah dan Larangan: Urgensi Pertanggungjawaban dalam Stabilitas Sosial

Pendahuluan
Agama sering kali diidentifikasi sebagai sistem yang mengandung perintah dan larangan. Ajaran agama yang memberikan panduan tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan oleh pengikutnya menciptakan seperangkat nilai dan etika yang diharapkan mampu mengatur kehidupan umatnya. Namun, seiring dengan penerimaan dogma agama, setiap pemeluk agama perlu memiliki pemahaman yang mendalam serta pertanggungjawaban atas ajaran yang dianutnya. Tanpa pemahaman tersebut, pelaksanaan ajaran agama dapat berpotensi dilakukan secara subjektif dan tanpa pertimbangan yang cukup terhadap dampaknya bagi kestabilan sosial. Dalam artikel ini, akan dibahas bagaimana peran agama sebagai sistem aturan memengaruhi perilaku individu, pentingnya pemahaman yang mendalam, dan tanggung jawab dalam menjaga keharmonisan sosial.

Agama sebagai Sistem Perintah dan Larangan
Para ahli sepakat bahwa agama umumnya bertindak sebagai sumber perintah dan larangan yang membimbing perilaku umatnya. Menurut Harun Nasution (1996), agama berfungsi sebagai kompas moral bagi para pemeluknya dengan menetapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perintah dalam agama sering kali berorientasi pada kebaikan, sedangkan larangan berfungsi sebagai penghalang terhadap tindakan-tindakan yang dianggap merugikan diri sendiri atau masyarakat. Dengan demikian, agama bukan sekadar sistem kepercayaan, tetapi juga landasan etis yang mendukung terciptanya tatanan sosial.

Pentingnya Pertanggungjawaban atas Perintah dan Larangan
Sebagai implikasi dari ketaatan terhadap agama, diperlukan pertanggungjawaban yang melibatkan penjelasan rasional dari para pemeluk agama atas ajaran yang mereka jalankan. Tokoh filsafat agama, Karen Armstrong (2001), menekankan bahwa agama yang sehat adalah agama yang memungkinkan pemeluknya berpikir secara kritis dan bertanggung jawab atas tindakan yang diambilnya. Dengan demikian, seorang pemeluk agama tidak hanya melakukan perintah atau menghindari larangan secara membabi buta, tetapi juga memahami alasan serta tujuan dari perintah dan larangan tersebut.

Lebih lanjut, Harari (2014) dalam "Sapiens: A Brief History of Humankind" berpendapat bahwa agama berkembang sebagai alat kontrol sosial yang efektif karena ajaran-ajarannya menuntut pertanggungjawaban yang bersifat transendental. Artinya, kepatuhan seorang individu kepada ajaran agama bukan hanya dipertanggungjawabkan di dunia ini tetapi juga di hadapan Tuhan. Pertanggungjawaban yang berlandaskan pemahaman yang benar dapat menghindarkan individu dari tindakan yang keliru dalam menafsirkan ajaran agama, yang pada akhirnya menjaga kestabilan sosial.

Pengaruh Tanggung Jawab Agama terhadap Kestabilan Sosial
Agama, sebagai sistem aturan yang mengatur perilaku sosial, sangat bergantung pada pelaksanaan yang bijaksana dan bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas sosial. Seorang sosiolog, Emile Durkheim (1912), menganggap agama sebagai institusi sosial yang bertugas untuk mempertahankan nilai-nilai kolektif. Menurutnya, agama berfungsi sebagai perekat sosial yang menyatukan masyarakat melalui nilai-nilai bersama. Namun, apabila ajaran agama dilaksanakan secara subyektif tanpa pertanggungjawaban, nilai kolektif yang menjadi inti agama tersebut dapat terkikis.

Sebagai contoh, dalam konteks agama yang mengajarkan perdamaian, jika ada individu yang menafsirkan ajaran secara ekstrem dan justru memicu konflik, stabilitas sosial akan terancam. Untuk menghindari hal ini, diperlukan tanggung jawab dan pemahaman yang mendalam atas ajaran agama agar ajaran tersebut benar-benar diterapkan untuk menciptakan keharmonisan, bukan sebaliknya.

Kesimpulan
Agama, sebagai sistem yang terdiri atas perintah dan larangan, menuntut pemahaman dan pertanggungjawaban dari setiap pemeluknya. Pertanggungjawaban yang melibatkan penalaran kritis atas ajaran agama bukan hanya penting bagi diri pribadi, tetapi juga bagi stabilitas sosial yang lebih luas. Tanpa adanya pemahaman yang mendalam dan tanggung jawab yang jelas, pelaksanaan ajaran agama dapat berpotensi menciptakan ketidakseimbangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk menginternalisasi ajaran agama dengan penuh pemahaman sehingga mampu menjaga keharmonisan dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

  • Armstrong, K. (2001). The Battle for God. New York: Ballantine Books.

  • Durkheim, E. (1912). The Elementary Forms of Religious Life. New York: Oxford University Press.

  • Harari, Y. N. (2014). Sapiens: A Brief History of Humankind. London: Harper.

  • Nasution, H. (1996). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun