Pembangunan ekonomi di berbagai negara bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan dapat diatasi. Tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith[1] yaitu peningkatan ketersediaan serta pemerataan distribusi berbagai barang kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, memperbaiki nilai-nilai moral, serta perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial. Namun, hasil pertumbuhan ekonomi harus dilakukan pemerataan agar tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai. Apabila hasil dari pertumbuhan ekonomi tidak didistribusikan secara merata, akan timbul ketimpangan pendapatan yang terkait dengan masalah kemiskinan.Â
Trickle down effect atau efek menetes ke bawah merupakan sebuah teori yang dijadikan acuan pengambil kebijakan dalam pemerintahan. Isi dari teori tersebut adalah bahwa kegiatan ekonomi yang lebih besar akan dapat memberikan efek positif terhadap kegiatan ekonomi di bawahnya yang memiliki lingkup lebih kecil. Namun, pada kenyataannya teori ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika mengikuti teori ini, strategi pembangunan harus diarahkan agar memperoleh capaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode. Teori tersebut tidak sesuai dengan kenyataan karena pertumbuhan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita tidak dapat secara langsung meningkatkan taraf hidup masyarakat. Semakin tinggi pertumbuhan PNB semakin besar perbedaan pendapatan antara golongan miskin dan golongan kaya diakibatkan adanya ketidakmerataan distribusi pendapatan. Kemiskinan dan ketimpangan akan semakin diperparah lagi dengan meningkatkannya jumlah pengangguran di daerah pedesaan dan perkotaan.
Ketimpangan distribusi pendapatan memberikan trickle up effect atau efek muncrat ke atas. Orang-orang kaya cenderung lebih mendapatkan kemudahan secara ekonomi dan mereka lupa atau tidak berkeinginan untuk membangun perekonomian kecil yang berada di bawahnya. Akibatnya, yang kaya menjadi semakin kaya, dan yang miskin menjadi semakin miskin. Pembagian kue pambangunan hanya dinikmati oleh kalangan atas. Trickle down effect yang diharapkan dari pertumbuhan ekonomi yang pesat tidak memberikan manfaat bagi orang miskin (BPS, 2008)[2].
Widodo (1990:122)[3] mengemukakan bahwa permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan absolut merupakan ukuran untuk melihat keadilan ekonomi dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dikatakan berhasil untuk menghilangkan atau mengurangi luasnya kemiskinan absolut di negara-negara berkembang jika ketimpangan distribusi pendapatan masih terjadi. Pembangunan ekonomi jelas mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Pengalaman negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan penumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, tetapi negara-negara tersebut masih menghadapi masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan masalah kesejahteraan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketelantaran.
Rasio Gini (atau koefisien Gini), ukuran ketimpangan distribusi pendapatan, merupakan indikator penting untuk menilai tingkat 'keadilan' di suatu negara (meskipun indikator ini memiliki beberapa kekurangan). Rasio Gini 0 menunjukkan kesetaraan sempurna, sedangkan rasio 1 menunjukkan ketimpangan sempurna. Pada tabel di bawah ini terlihat bahwa sejak tahun 2007 hingga 2011 rasio gini terus mengalami peningkatan kemudian turun sedikit pada tahun 2016 dan 2017 menjadi 0,39 sampai pada tahun 2018.
 Tabel 1. Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia
Ini merupakan fakta yang menyakitkan dimana ketimpangan Indonesia meningkat sementara - pada saat yang sama - ekonomi secara keseluruhan berkembang dari ekonomi USD 163,8 miliar pada tahun 1999 menjadi ekonomi USD 933,0 miliar pada tahun 2016 (sementara Indonesia menjadi anggota G20 dari kelompok ekonomi utama di 2008).
Tabel 2. Statistik Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) Indonesia