"Belum sah ke Manado kalau belum mencicip nasi kuning Manado" demikian canda seorang sahabat. Nasi kuning Manado, apa sih keunikannya?
Mendapati sebungkus nasi kuning Manado berhasil memukau saya sejak awal. Kemasan unik baik dari jenis daun maupun seni membungkusnya. "Daun nasi" demikian terang sahabat saat saya tanya nama daun pembungkusnya. Penelusuran lebih lanjut itulah daun woka atau busung Sulawesi dengan bentuk mirip daun lontar yang juga digunakan untuk membungkus dodol kenari khas Minahasa. Rasa penasaran akan daun woka sampai pada penamaan genus tanaman pembungkus nasi kuning Manado ini yaitu Livistona dengan pelepah yang menyangga daun pita menjari membulat.
Livistona satu keluarga dengan palma dan salah satu anggota keluarga yang sangat terkenal di Indonesia adalah kelapa alias nyiur. Manado dengan sebutan Bumi Nyiur Melambai memang sungguh kaya akan kelapa, sejak dari angkasa seputar gerbang Minahasa dari bandara Sam Ratulangi terlihat hamparan kelapa sejauh mata memandang.
Kembali pada keterpukauan saya pada daun pembungkus nasi kuning Manado ada pada produktivitas sang daun. Sebagai analogi, dari sepelepah daun pisang muda yang berwarna hijau kekuningan mampu membungkus berpuluh lemper atau nagasari ataupun papais di daerah Sunda. Sepelepah janur menguning, daun kelapa muda mampu membungkus sekian banyak ketupat. Sepelepah daun aren ataupun lontar muda mampu membungkus berpuluh penganan clorot khas Purworejo atau disebut dumbek khas Tuban. Lah dari satu pelepah daun woka mampu membungkus berapa bungkus nasi kuning Manado ya? Rasanya lebih sedikit dengan mempertimbangkan ukuran dan seni membungkus nasi kuning Manado maupun bentuk daun woka.
Permintaan akan daun woka tidak hanya untuk membungkus penganan nasi kuning Manado saja. Keelokan morfologi daun woka juga memikat para dekorator semisal dari Bali yang akrab dengan simbol daun kelapa muda (dan kerabatnya). Â Melonjaknya permintaan daun woka untuk memenuhi pasokan ke pulau Dewata Bali untuk mendukung upacara keagamaan ikut meningkatkan perburuan daun woku dari hutan desa oleh masyarakat. Bahkan penduduk tidak segan untuk menebang batang busung Sulawesi untuk mendapatkan daunnya.
Keprihatinan akan menurunnya populasi pohon busung Sulawesi mengingat tidak sepadannya kecepatan pertumbuhan dengan penebangan, melahirkan aneka upaya edukasi dan kesepakatan yang mengarah kepada peraturan. Semisal lahirnya himbauan hingga pelarangan penebangan pohon woka dengan pengaturan diperbolehkan menjolok pelepah muda dengan bantuan galah dan sabit dengan memperhatikan siklus pembentukan daun mudanya. Upaya konservasi yang melibatkan dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal.
Kembali kepada sajian nasi kuning Manado, tak hanya pembungkusnya yang unik, namun asesoris alias uba rampe pelengkapnya juga khas. Umumnya tumis soun, telur ayam pun rasa pedas gurih dari ikan cakalang hasil kekayaan alam khas Minahasa. Perlahan saya membuka bungkus artistiknya, menyendok lalu mengunyah dan menyesap kelezatan kuliner bagian budaya Minahasa ini. Melibatkan daun pembungkus khas, ragam nasi kuning pemersatu yang bersifat universal ada dijumpai di hampir setiap wilayah dengan kekhasannya masing-masing dan asesoris bergizi suguhan alam Minahasa, membersitkan pesan tersirat dari setiap suapan nasi kuning Manado ini.