Bergabung menulis di Kompasiana menghadirkan aneka pembelajaran. Setiap Kompasianer dapat membuat senarai panjang pengalaman unik berharga. Pernah merasakan keringat dingin saat dikontak sahabat sesama Kompasianer?
Kata pengantar dan keringat dingin
Pembaca Kompasiana pasti mengenal Mbak Ari Budiyanti. Ya, beliau penulis sangat produktif. Kanal puisi menjadi ladang utama kreatifitasnya. Selain artikel tentang literasi, berkebun, dan lingkungan. Nah, beliaulah yang membuat Simbok kebun mati gaya.
Bermula dari sapaan di aplikasi percakapan. Titi mangsa 30 September 2021 pukul 12.08, Mbak Ari dengan khas bahasa santun bertanya, "apakah berkenan menulis kata pengantar untuk buku kumpulan puisi perdana saya?" Buku bersampul merah muda bertajuk Bunga-Bunga Puisi Hati.
Jeda beberapa menit 12.13 Simbok menjura selamat untuk buku puisi yang siap terbit. Sungguh tersanjung dan akan mencoba melakukan semampunya. Tentu saja dari kacamata seseorang yang belum bisa apalagi biasa menulis puisi.
Menelisik kata pengantar buku
Mati gaya kan, terbiasa blusukan di kebun tetiba mendapat kesempatan meracik kata pengantar buku kumpulan puisi. Dilandasi semangat mengapresiasi karya sahabat seraya belajar, menyibak ulang hakekat secarik kata pengantar. Menyesap kaidah dasar dalam penyusunannya.
Salah satu acuan tentunya dari Pak Bambang Trim penulis handal di Kompasiana, beliau Pendiri Institut Penulis Indonesia. Beliau menyebut diri sebagai tukang buku keliling yang lebih dari seperempat abad malang melintang di jagat perbukuan. Pastinya Begawan perbukuan.
Artikel beliau tentang prakata versus kata pengantar menjadi bacaan wajib bimbingan teruna kebun dalam menulis skripsi dan tesis. Menyematkan penulisan prakata yang dibuat sendiri pada karya laporan penelitian. Berbeda pula dengan penulisan testimoni atau endorsement.