Pembaca Kompasiana yang budiman. Adakah Andika penggemar komik atau cerita bergambar (cergam)? Baik pembaca terang-terangan maupun setengah bersembunyi? Hari ini 28 Agustus adalah peringatan Hari Internasional Membaca Komik.
Kenangan membaca komik
Beberapa orang tua agak membatasi buah hatinya membaca komik. Sejak kecil kami dibebaskan membaca komik yang lolos sensor beliau. Ibu dengan cara tidak kentara ikut membaca komik sehingga mengetahui isi bacaan kami.
Siapa tidak kenal Bapak R.A. Kosasih. Beliau adalah Bapak Komik Indonesia. Mahakarya beliau komik Ramayana dan Mahabharata. Beliau dengan telaten menanamkan benih cinta pewayangan melalui cergam. Bukankah kisah wayang juga cergam yang merupa dalam narasi tokoh gambar ukiran kulit?
Sebagai kanak-kanak G. Lawu, kami mengenal karya Yan Mintaraga asal Yogyakarta. Cerita silat bergambar. Kami membacanya dari persewaan.
Lanjut dengan komik Tintin. Kembali pola meminjam. Adik bersahabat dengan putra pemilik toko buku. Nah kami peminjam dengan batas waktu tertentu dan antri kakak beradik. Tanpa sadar melatih ketrampilan membaca cepat.
Peran beralih, saatnya mendampingi anak-anak membaca. Komik menjadi salah satu pilihan. Tintin dengan ukuran kuarto terbitan Indira, Smurf sebagai awalnya. Bergeser saat komik dari Negeri Matahari Terbit menyilihnya. Eranya Doraemon, Sinchan, Naruta dkk. Beranjak ke komik Benni and Mice.
Ada masa kejayaan usaha penyewaan komik. Juga upaya pemaduan cafe dengan gerai bacaan. Kini bisa diunduh dalam rupa buku digital.
Komik dan stimulasi membaca
Menyuburkan minat baca. Pola kebiasaan membaca setiap individu berbeda. Ada yang suka dengan narasi tanpa visualisasi. Beberapa berfikir secara grafis, menceritakan gambar. Nah komik memadukan narasi dan visualisasi. Sebagai awal pengenalan membaca sangatlah diminati.