Tanah adalah rahim kehidupan. Senada dengan lantunan gending Ibu Pertiwi. Sejiwa dengan sebutan penghormatan, tanah adalah mama oleh masyarakat Papua. Ya, tanah itu hidup dan menghidupi.
Hari Tanah Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Desember. Perserikatan Bangsa Bangsa bersama Organisasi Pangan dan Pertanian bersama melakukan edukasi dan penyadaran pemeliharaan tanah untuk jaminan kehidupan.
Tema tahun ini, Keep soil a live, protect soil biodiversity. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian melabelinya: Menjaga Tanah Tetap Hidup, Melindungi Keanekaragaman Hayati Tanah. Aneka kegiatan digelar untuk memasyarakatkannya.
Tanah yang Hidup adalah Rahim Kehidupan
Paradigma umum, melihat tanah sebagai sebidang hamparan. Dinyatakan dengan satuan luas ataupun kadang isi. Tidak berbeda dengan benda statis. Dengan atribut letak strategis dalam proses transaksi. Melekat dengan aktivitas pertanian secara umum.
Senyatanya, tanah bukan hanya sebatas faktor produksi pertanian secara ekonomis. Nilai sosial budaya kemasyarakatan juga mempergunakan atribut tanah. Begitupun infrastruktur bangunan sipil mendasarkan pada karakter tanah dalam karya nyata.
Mari kita melihat dengan sudut pandang berbeda. Menangkup tanah di tangan, apa yang kita rasakan? Hii dingin, atau bergidik merasa kotor. Teringat seruan kepada para anak, jangan main tanah, kotor dan banyak kuman.
Beberapa dapat dilihat secara nyata semisal cacing tanah yang berukuran besar. Sejumlah flora, fauna berukuran makro dan meso serta mikroorganisme komponen penyusun tanah.
Yah tanah itu hidup, ada dinamika kehidupan. Terdapat masyarakat di dalam tanah. Masyarakat dengan tatanan fungsi yang maha kompleks. Masing-masing secara sendiri maupun berkolaborasi melakukan tindakan nyata. Semisal mengubah materi menjadi tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman.