Setiap kelompok masyarakat memiliki tatanan sendiri dalam mengatur ketersediaan pangan. Alam mengajarkan ada saat melimpah yang berpasangan dengan periode paceklik atau pangan terbatas. Mereka menata melalui pranata sosial hingga perakitan bangunan pendukung.
Masyarakat Jawa Tengah mengenal istilah lumbung. Komuntas Sunda menyebutnya leuit. Dari ranah Minang Sumatera Barat dikenal rangkiang. Daerah lain pasti memiliki sebutannya sendiri. Semuanya berbicara tentang pengelolaan pangan.
Menjumpai bangunan bentuk rangkiang awalnya di Museum Adityawarman, Padang. Kembali mengenali bangunan serupa di Istano Basa Pagaruyung, Batusangkar. Mendapati bangunan dengan fungsi sama namun arsitektura berbeda di Rumah Kelahiran Bung Hatta, Bukittinggi.
Kata dasar yang menjiwai rangkiang adalah Hyang. Dekat dengan Dewi Sri. Dewi kesuburan yang menjanjikan hasil panenan dari sawah yaitu padi.
Masyarakat memilah pola penggunaan hasil panen dalam hal ini padi menjadi beberapa hal baku. Mencakup (1) padi untuk benih, (2) bagian padi yang hanya akan dijual untuk keperluan darurat, (3) padi untuk keperluan sehari-hari, baik dikonsumsi maupun pertukaran jual beli dengan kebutuhan rutin, dan (4) padi untuk kepentingan kewajiban komunal.
Pesan syukur dan keberlanjutan
Sebagian panenan padi disimpan untuk benih penanaman berikutnya. Tentunya ini dipahami saat teknologi perbenihan padi belum merambah ke ranah hibrida. Padi yang disimpan pastinya dipilih dari malai yang paling baik untuk menjaga produktivitasnya.
Terdapat kesamaan pola dengan petani padi di daerah Jawa kala dulu. Petani memiliki tradisi 'nyulik' memeriksa adakah padi di lahan garapan telah memasuki masa panen. Panenan awal atau hasil sulung dengan kualitas prima diusung dengan ritual di simpan di sentong tengah.
Ya, sentong tengah merupakan bagian rumah model joglo yang disengker, dikhususkan. Biasanya untuk menyimpan barang berharga dan sarana pemujaan. Disengker yang kadang diplesetkan menjadi wingit.
Penyimpanan benih secara khusus mencakup ekspresi rasa syukur atas anugerah panen. Wujud pemeliharaan Yang Maha Kuasa kepada umat yang berusaha. Simbolisasi syukur dan permohonan berkat, kiranya benih yang dikhususkan ini juga menjadi sarana keberhasilan pada penanaman berikutnya.
Petani telah menerapkan metode sampling, pengambilan contoh dan penetapan masa panen yang tepat. Menempatkan keberlanjutan sebagai bagian merawat tradisi. Inisiasi dari langkah pemeliharaan kekayaan plasma nutfah.
Pesan berjaga-jaga dana darurat
Bagian panenan tertentu menjadi simpanan untuk kebutuhan mendesak tak terduga. Pembelajaran menyisihkan bukan menyisakan. Sebagaimana manusia pada umumnya, sulit sekali menyisihkan dan hampir tiada yang tersisa dari hasil yang tersedia. Secara terprogram, terencana melalui tatanan bersama dipaksakan menyisihkan panen untuk dana darurat.
Menanam adalah menari bersama alam. Tak selamanya dapat panen berhasil. Ada kalanya gagal panen, entah karena musim atau hama masal. Tibalah masa paceklik. Rangkiang si tenggang lapa mengantisipasinya.
Sungguh kereen, saat belum model tabungan dengan model pencairan yang ketat semacam deposito, masyarakat sudah menyiapkan model dana darurat. Terbayang ketatnya penataan dan pengelolaan hasil panen untuk menjaga ketersediaan pangan.
Pesan pemeliharaan diri dan solidaritas
Setiap orang yang berpeluh berhak mendapatkan makan. Alam menatanya melalui hasil panen dan pranata menyikapinya dengan bagian yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Rangkiang sibayau-bayau wujud tanggung jawab keluarga mencukupkan ketersediaan pangan bagi keluarga intinya.
Hidup bermasyarakat tak lepas dari interaksi sosial. Entah kerabat dekat ataupun ikatan sosial yang terbentuk. Interaksi yang kadang juga diwarnai dengan bantu pinjam. Tata rangkiang mewadahinya dengan cadangan hasil panen tertentu.
Kontekstualisasi rangkiang
Menyimak pesan lisan dan tersurat, pada masanya bangunan rangkiang ini berwujud nyata secara fisik. Tertata dari urutan maupun ukurannya. Bagian dari mendisiplinkan pengelolaan panen dan pangan. Bersedikan filosofi penataan sesuai prioritas. Bersyukur dan berjaga-jaga adalah suatu kesatuan.
Rangkiang maya berupa pos-pos dana yang ditaati secara prioritas. Menatap rangkiang, menempelak pada kebiasaan pos koyak-kayuk, ah ini yang perlu didahulukan atau kadang perlu jejadian.
Implementasi rangkiang dapat diperluas. Bukan hanya penataan per keluarga, meluas ke komunitas. Perusahaan hingga tataran yang lebih luas. Rangkiang pada tataran Indonesia, bukan hanya berisi padi. Menjadi lebih luas dengan segala sumberdaya alam pemelihara kesejahteraan bangsa
Pengelolaan berdasarkan prioritas. Warisan budaya yang tak lekang oleh zaman. Terima kasih rangkiang, warisan budaya Nusantara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H