Tak heran masyarakat di India menggunakannya sebagai anti bakteri untuk pengobatan kulit. Kini dikembangkan untuk ekstrak aneka metabolit sekunder dasar fitofarmaka. Mengingat penulis, simbok kebun buta fitofarmaka, disertakan saja tautannya.
Pembelajaran dari Pohon Bodhi Berbudi
Menikmati semilir angin di keteduhan pohon Bodhi sambil liyer-liyer, menetes setitik pencerahan keteladanan.
Satu, hidup harus berbuah seberapapun ukurannya. Tidak ada buah yang terlalu kecil, pun tidak ada buah yang membanggakan diri karena berukuran besar. Buah tidak harus dimaknai dalam rupa keberhasilan atau kehebatan. Buah adalah hakekat hidup, bukan tujuan hidup.
Menarik pada F. religiosa, buah muncul dari ranting. Tentunya hanya ranting yang melekat pada pokok alias dahan yang mampu berbuah. Ranting yang tiada berbuah siap berhadapan dengan Tukang Kebun sejati yang berbekal gunting pemotong.
Dua, buah lebat yang ditopang oleh daun hati yang meruncing. Seolah menegaskan buah adalah hasil tempaan "mesu ati" mengasah hati terus menerus. Banyak orang mengatakan proses tidak mengkhianati hasil.
Buah kehidupan merupakan resultante aneka proses penyertanya. Pemaduan akal budi dalam setiap aktivitas nyata. Proses yang tidak pernah selesai selama hayat masih dikandung badan.
Tiga, dari setiap organnya didapat sari obat. Tiada bagian tanpa fungsi. Seolah setiap solah atau gerakan aktivitas bersifat anti. Mungkin anti hoax, anti gosip, anti meri serta aneka anti. Kehadirannya menyehatkan dan penuh fungsi. Senada dengan falsafah urip iku urup.
Empat, dahan yang mengepak melebar memberi kesejukan sesiapa tanpa memandang rupa. Seraya puncak pohon tetap bertumbuh ke atas mengarah ke sang surya sumber energi kehidupan utama. Gerak vertikal berbarengan dengan relasi horisontal.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!