"Seringkali mengomel bikin produktif, lho Bunda", demikian komentar K'ner Padika pada artikel yang mengulas lirik kudune ra usah ngomel. Weladalah, bagaimana mengomel mengungkit produktivitas? Apalagi dikemas secara elegan.
Mengomel berasal dari kata dasar omel. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), omel berarti marah dengan banyak mengeluarkan kata-kata. Senada dengan kata mencomel, bersungut-sungut, gusar, dan menggerutu.
Mengacu pengertian tersebut, seseorang pencomel yang suka mencomel kurang disukai di lingkungan sekitar. Menguarkan aura negatif bahkan menuju kontra produktif. Menurunkan semangat kerja kolektif.
Menilik salah satu alasan mengomel adalah kepedulian dan keprihatinan yang sangat. Nah ini mengomel aliran positif. Tetap dengan bombardir kata-kata.
Kata-kata tidak selalu diserukan dengan nada marah, ada kalanya membujuk. Pun tidak senantiasa bersifat oral lisan. Dapat dikemas dalam bentuk tulisan, disampaikan secara elegan.
Jadilah mengomel dengan elegan. Mari kita telaah, betapa media Kompasiana juga menjadi ladang tumbuhnya bibit artikel yang berawal dari 'mengomel dengan elegan'. Kompasiana mengakomodasi olahan 'omelan' aneka rasa. [semoga saya tidak disemprit admin] Â
Mengomel dengan elegan dan produktif
Mengomel yang bertolak dari kepedulian, rasa sayang akan sesuatu, mengungkit produktivitas. Gelombang kata dan cara ditata untuk mencapai suatu tujuan. Tidak mempan sekali gerakan diulangi dengan variasi yang lain. Menjadi gebrakan berdaya.
Memacu produktivitas juga dibarengi dengan kreativitas. Agar 'omelan' tepat sasaran. Meracik strategi mengomel elegan secara efektif dan efisien.
Semisal, keprihatinan akan berita hoax. Melahirkan aneka pendekatan pemahaman arti hoax. Bagaimana menangkal hoax. Literasi hoax secara holistik. Merambah kreativitas dan produktivitas.