Membaca, bukan hanya secara harafiah mengeja tulisan namun juga membaca tanda-tanda alam. Membaca, mengolah informasi, mendokumentasikannya melalui tulisan dan secara sadar mewartakannya bukanlah hal yang baru.
Sejarah mencatat, nenek moyang kita melakukannya secara sistematis. Keberadaan manuskrip atau naskah kuna merupakan bukti yang tak terbantahkan. Keberadaan manuskrip yang tersebar di seantero Nusantara maupun yang telah terdokumentasikan di museum adalah jejak peradaban bangsa.
Kegiatan yang digawangi Kompasiana bersama Kemenag bertema "Mengenal Peradaban melalui Manuskrip" sayang bila dilewatkan. Bertempat di ruang pertemuan di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, Sabtu 20 Oktober 2018. Menyedot antusiasme peserta, lebih dari 50 peserta hadir dari berbagai kota.
Sebagai pemantik, peserta diajak mencicipi keliling museum dengan pemandu handal. Menu pembuka disampaikan oleh Bapak Mastuki selaku Kepala Biro Humas Kementerian Agama.
Mempersiapkan peserta untuk menikmati menu berat bergizi yang secara menarik disajikan oleh Prof. Dr. Oman Faturohman. Guru Besar Filologi dan Studi Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Saat ini mengemban amanah sebagai Staf Ahli Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi Kementerian Agama RI.
Gambaran nyata bagaimana koleksi manuskrip di Museum Sonobudoyo dikelola dan tindakan konservasinya disajikan oleh Bapak Ery Sustiyadi. Beliau adalah Kepala Seksi Koleksi dan Konservasi, Museum Sonobudoyo.
Menerima suguhan berat bergizi dalam tempo singkat, apalagi dibarengi daya tangkap terbatas, menjadikan tidak semua materi tercerna dengan baik. Minimal menggugah rasa ingin tahu dan menelisik lebih lanjut.
Percikan aksara yang menarik perhatian penulis adalah lontar dan daluang sebagai alas naskah manuskrip. Bukankah itu bagian dari kebun alam sebagai pelontar estafet nilai peradaban?
Baiklah, mari menyoal daun lontar dan kayu kulit batang daluang. Biarlah materi yang lebih berat disajikan oleh teman-teman lain yang lebih energik.
Daun Lontar Alas Naskah
Kata lontar berasal dari bahasa Jawa, ron (daun) ental. Rontal alias daun tal yang ketelah disebut dengan lontar. Kata ini juga dekat dengan bahasa Makasar lontara. Secara botani, lontar juga disebut tanaman siwalan atau Borassus flabellifer yang termasuk keluarga palmae.