Ada yang sedikit berbeda di jalur Salatiga -- Ambarawa melalui Banyubiru. Beberapa kali kendaraan baik roda 2 maupun roda 4 melintas dengan muatan tikar pun karpet. Saatnya pelaksanaan tradisi cuci tikar di Kali Muncul saat jelang Ramadan periode ini.
Tradisi cuci tikar jelang Ramadan di Kali MunculÂ
Tradisi cuci tikar saat jelang Ramadan dilakukan di banyak tempat. Untuk sekitar Salatiga, tradisi ini diantaranya dilakukan di sumber air Senjoyo maupun tuk/sumber air Kali Muncul. Kosa kata 'Muncul' merujuk pada dusun di Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.
Rowoboni, berasal dari kata 'rowo' atau rawa yang bermakna air dan 'boni' yang berarti sumber. Desa dengan keutamaan sumber air. Posisinya di pesisir Selatan kawasan Rawa Pening. Mata air yang senantiasa memancarkan aliran sepanjang masa. Salah satunya yang terkenal adalah wisata pemandian muncul, kolam renang dengan sumber mata air alami.
Di dekat wisata pemandian Muncul terdapat wisata Kali Muncul, pemandian yang bersifat terbuka, juga untuk arena berrekreasi tubing. Harga tiket masuknya sangat terjangkau yaitu Rp 2 000,- per orang.
Jelang Ramadan ini bertambah keramaian di wisata Kali Muncul yaitu pelaksanaan tradisi cuci tikar. Berbondong-bondong pengunjung baik secara perorangan, keluarga kecil maupun atas nama komunitas semisal Remaja Masjid melaksanakan kegiatan ini.
Beberapa peserta datang dari luar daerah. Dengan riang mereka bercerita bahwa sebenarnya bisa saja mencuci tikar dan karpet di areal tempat tinggalnya. Namun lebih terasa asyiknya kalau dilakukan di areal terbuka, air mengalir dan ramai-ramai. Beberapa menggelar hasil cucian di sekitar kali sehingga saat pulang sudah kering dan terasa ringan. Sambil menunggu cucian kering, peserta bermain air di kali Muncul yang terlihat jernih.
Tradisi cuci tikar di Kali Muncul dan refleksi kasih
Tradisi cuci tikar di Kali Muncul sebagai awal persiapan ibadah Ramadan menjadi bagian dari refleksi kasih. Beribadah menghampiri dan menyambut anugerah Sang Pencipta melalui kebersihan diri dan sekitar. Tradisi cuci tikar menjadi simbol sarana cuci diri memasuki bulan suci. Bila tikar alas tempat ibadah dibersihkan, bukankah akan menjadi awal proses membersihkan diri di 'sumber air yang mengalir'?
Kebersamaan dalam keriaan acara cuci tikar, juga bagian dari upaya pemeliharaan kasih terhadap sesama. Bersama menggulung tikar kotor, mengangkutnya ke kali, menggelar dengan berbagi tugas ada yang menggosoknya dengan sikat atau sabut, ada yang menyiram mencelup hingga menggebyurnya. Kebersamaan rasa puas melihat tikar dan karpet yang dicucinya menjadi bersih. Belum lagi bersama saling bersendaugurau.