Quote yang tertera di kalender meja menampakkan pesan 'Keserakahan merengkuh hari esok menjadi hari ini hanya akan membawa kecemasan'. Teringat akan nasihat para sesepuh 'Aja nggege mangsa' alias jangan mendahului waktu. Nggege mangsa hanya akan membawa kecemasan yang menjauhkan diri dari rasa tentram.
Belajar tidak nggege mangsa dari buah chesnut
Pembelajaran alam tentang pantangan nggege mangsa dari kebun, bisa dilihat dari buah chesnut atau buah Sarangan, buah berangan (Malaysia), kuri (Jepang). Buah tanaman yang termasuk genus/marga Castane atau Castanopsis dan terpengaruh dari Bahasa Belanda, biasa juga disebut sebagai buah kastanya. Â Buahnya berupa cupak (buah berkulit duri tajam) yang berperan sebagai penjaga, saat buah masih muda duri tajamnya bisa melukai tangan. Duri tajam tersebut seolah isyarat, jangan dekati aku, belum waktunya aku dipanen.
Kemudian memecah setelah tua dan biji berserakan di bawah pohon kita tinggal mengumpulkannya. Penyelenggaraan Illahi yang sungguh indah, betapa setiap titah diajarkan untuk bersabar tidak nggege mangsa, biarkan buah dan biji berproses secara alami setelah siap disantap dia memberikan dirinya secara mudah. Biji dengan kandungan gizinya yang kaya protein nabati dan lemak tak jenuh menjadi sarana kemakmuran bersama. Biji yang memecah sebagian melenting ke tempat yang tak terjangkau oleh pengumpul dan secara alami akan tumbuh menjadi tanaman muda, pengaturan populasi agar tidak punah.
Nggege Mangsa dan Pengendalian Diri
Nggege mangsa keserakahan merengkuh hari esok menjadi hari ini erat berkaitan dengan pengendalian diri. Keterburuan yang melupakan kapasitas diri. Nasihat untuk tetap mengenakan pengendalian diri dalam mencapai maksud ataupun cita-cita tertentu. Tanpa pengendalian diri, rasa nggege mangsa ini rawan dengan tergelincir pada keinginan untuk menghalalkan segala cara. Pengendalian diri membuat orang menghargai proses bukan hanya terfokus pada pencapaian tujuan. Keterburuan membuat jiwa dan tubuh merespon dengan tergopoh, rasa tidak tenang alias kemrungsung, hanya akan membawa kecemasan yang berlebih.
Nggege Mangsa dan Relasi Sosial
Setiap kita tercipta sebagai makluk sosial, terikat dalam relasi sosial secara harmoni. Nggege mangsa merengkuh hari esok menjadi hari ini, menyegerakan pencapaian tujuan pribadi berpotensi menabrak pakem relasi sosial. Bermula dari sedikit senggol sana-sini, memupuk rasa permisif tidak apalah sedikit melukai kawan dan berpeluang kehilangan kepekaan rasa empati sosial. Kata nggege mangsa berkonotasi negatif dengan jalan pintas, melanggar ketentuan normatif, memunculkan bibit kecemburuan sosial.
Pernyataan nggege mangsa tidak hanya milik individu perseorangan, bisa saja menjadi rasa komunitas ataupun kelompok/golongan. Sinergi rasa ini menghasilkan energi gejolak yang lebih tinggi sambil menggelinding terjadi benturan antar individu dengan daya ungkit kecemasan yang lebih tinggi.Terganggunya relasi sosial yang tidak hanya membawa kecemasan pribadi namun merambah menjadi kecemasan sosial.
Nggege Mangsa dan Relasi dengan Alam
Belajar dari buah chesnut, sikap tidak nggege mangsa mendapat dukungan positif dari alam. Pohon melontarkan bijinya secara alamiah dan manusia tinggal mengumpulkan biji masak siap olah saja. Ketidakserakahan dikawal secara alami dengan biji terpelanting ke tempat tersembunyi dan akan tumbuh menjadi tumbuhan baru untuk menjamin keberlanjutan penyediaan pangan. Â