Klip-klop, lampu-lampu menyala seperti kedipan Menjulurkan cahaya pada wajah batu yang duduk sendiri Di sebuah taman, di sebuah kerinduan Masa lalu membelainya dalam sebuah gerimis pelan Ini kota, batu menggerakkan ingatan, mengasingkan segalanya Pasti kau menyangka si batu hanya dalam kepalaku, Duduk mengerjai waktu sambil minum kopi luwak Padahal, senja itu semua orang bersaksi, Melihat sang batu menangis tersedu Di sebuah gerimis pelan Klip-klop, lampu-lampu ditegur tukang sapu Yang datang ke taman untuk menyelesaikan PR anaknya yang kelas satu Sebab di rumahnya, lampu-lampu tak lebih bercahaya dibanding kunang-kunang Ia bersandar pada sang batu yang bersin-bersin sehabis gerimis pelan Ajari aku menulis surat, kata batu pada tukang sapu Akan kukabari jarak, akan kurangkum ruang, yang memisahkanku Tukang sapu diam sejenak, PR anaknya tentang kata benda Yang tidak bergerak, tidak berkata, apalagi meminta diajari menulis surat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H