Mohon tunggu...
Taufikul
Taufikul Mohon Tunggu... Editor - www.receh.in

blogger www.receh.in

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Caranya Aku Turun ke Kota Itu

23 November 2011   12:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kupikir akan begini, aku turun dari kereta dan kau daratkan satu ciuman.
atau begini, pagi-pagi aku menatap jogja seperti bertemu kekasih lama, dan tak seorangpun menyambut di pagi buta.
atau begini, sejak di kereta aku berpikir tentang sambutan kota yang kudiami cukup lama dan berharap kedatanganku tidak mengusik keriuhan yang mulai tercipta di sana, dan sembunyi-sembunyi aku tambah jatuh cinta.... entah pada ketiadaan sambutan atau pada kegugupanku mencari sambutan seseorang.

atau begini saja, kupikir memang tidak baik terlalu berharap akan sesuatu yang menakjubkan seperti ciuman atau teriakan dari seseorang yang melambaikan tangan dari kejauhan, kutukar saja dengan sebuah perjalanan yang sekalipun kurang begitu menyenangkan tetap memberiku napas untuk membentuk kenangan.

ah, rumit, atau begini saja; aku datang ke kota itu seperti rencana, seperti jadwal kereta, kalaupun ingkar paling banter satu atau dua jam saja. dan seperti biasa, tak perlu sambutan atau bahkan tepuk tangan, toh aku menyukai sudut-sudut sepinya, dan dulunya aku memang melahirkan anak-anak sunyi di sana. biarkan saja aku turun dari kereta seperti pelancong kesasar yang tidak perlu menetapkan tujuan, sambil membawa alamat pacar, entah pacar-pacar di masa lalu atau di masa depan. turun sambil mendengungkan sebuah lagu yang entah dinyanyikan siapa tampaknya jadi pilihan bagus di tengah ketidaktahuan mau berbuat apa.

lalu siangnya aku kunjungi orang-orang, aku salaman, aku berikan senyum-senyum, aku tukar-tukar kabar, dan kubanggakan ibukota sebagai kemasan yang menipu, yang tak mengijinkanmu hidup tanpa uang. atau kuceritakan saja hal-hal yang tak mereka mengerti seperti apa saja yang dilakukan presiden di kamar mandi, atau bagaimana politikus mengigit makanannya, atau di mana tempat-tempat meninggal yang buruk, atau siapa saja yang bakal bunuh diri begitu tiba di ibukota, atau bagaimana menemui wakil presiden saat dia tidak bersama tukang pukulnya.

ah, membosankan itu. begini saja, aku dengarkan mereka bercerita soal hidup, soal sungai, soal merapi, soal brajamusti, soal sekolah, soal-soal mereka sajalah.

tapi, apakah itu tidak membosankan; mengisi sebuah siang dengan cerita dan cerita sehari-hari?

begini saja, siangnya aku mencari kosan kawanku, mencari kasur dan tidur. kupikir itu lebih menjanjikan sebuah mimpi yang indah di kota yang sekian lama berpisah....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun