Mohon tunggu...
Novrita Financial Planner
Novrita Financial Planner Mohon Tunggu... Lainnya - Finance Director at PT Kelsey Indonesia

Perempuan biasa yang profesi utama nya adalah sebagai ibu rumahtangga dengan seorang putri yang sudah beranjak dewasa. Sekaligus juga sebagai INDEPENDENT FINANCIAL PLANNER....\r\nSuka menulis dan berharap apa yang sudah di-share bisa bermanfaat bagi orang lain.\r\n \r\n\r\nNovrita Savitri, SSi, MM, CFP...... find me at my FB : Novri Cfp or follow my twitter @Novri_ta\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kenapa Bisa Terbujuk Investasi 'Bodong' Ya?

21 Februari 2014   05:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu saya diundang dalam suatu forum diskusi di antara sesama Financial Planner. Saat itu topik yang seru dibicarakan adalah tentang korban investasi bodong, di mana si korban tersebut merasa mendapatkan rekomendasi investasi itu dari Financial Planner ternama. Tentunya si korban mengganggap dengan sudah berkonsultasi dan ada rekomendasi dari profesional, dampak resiko yang bakal timbul dari Investasi bisa seminim mungkin. Namun pada kenyataannya dia bahkan kehilangan ratusan juta rupiah. Dan ternyata korbannya bukan saja satu orang, tapi ada beberapa. Sedangkan kerugian dari segi finansial, kabarnya sampai bilangan M (milyar).

[caption id="attachment_323941" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Di sini saya tidak akan membahas tentang kasus tersebut. Jujur saja, bagaimana saya bisa membahas, karena titik permasalahannya yang sebenarnya tidak tahu persis. Mendengar cerita langsung dari yang bersangkutan juga tidak sama sekali. Terus kalau saya ikut-ikutan untuk ‘urun suara’, bisa dibilang sok tahu nantinya, he he.

Hanya saja ada pertanyaan kenapa orang bisa tertarik Investasi seperti itu – yang diistilahkan Investasi bodong. Kita coba telisik yuk.

Yang pasti dari sisi Return atau Imbal hasil yang ditawarkan, biasanya di atas bunga deposito dan sampai 3,5% per bulan, bisa jadi keuntungan yang ditawarkan oleh investasi itu di atas 3,5% per bulan. Return/ Keuntungan diberikan rutin tiap bulan atau di setiap periode tertentu, misal per 3 bulan, per semester, per tahun, per minggu dan lain-lain. Hal ini sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, dengan menanam sejumlah dana tertentu tiap bulan kita tanpa susah payah bekerja sudah dapat pemasukan tetap. Ilustrasinya mungkin begini: Ada Investasi dengan keuntungan 5% per bulan dengan periode 1 tahun. Jika saya menaruh dana sebesar Rp100 juta, maka tiap bulan saya akan dapat pemasukan Rp5 juta selama periode setahun. Kalau setelah setahun dana tidak saya tarik dan diperpanjang sampai setahun ke depan, saya akan terus peroleh pemasukan Rp5 juta per bulan . Coba dihitung:

Tahun 1: Rp5 juta x 12 bulan = Rp60 juta

Tahun 2 : Rp5 juta x 12 bulan = Rp60 juta

Dana Pokok Rp100 juta

Artinya tidak sampai 2 tahun saja saya sudah balik modal tanpa mengurangi sedikit pun dana pokok. Dan seringkali kalau sudah menghitung keuntungan seperti ini, orang lupa untuk meneliti resiko yang bakal terjadi.

Selain dari segi keuntungan yang ‘menakjubkan’, hal lainnya adalah rekomendasi dari orang-orang yang cukup punya pengaruh terhadap korban. Siapa sih yang bisa mempengaruhi seseorang untuk menanamkan uangnya pada suatu investasi tertentu? Bisa jadi saudara, suami/istri, orang tua atau siapa saja di lingkungan keluarga, teman, sahabat, guru dan sebagainya. Atau mungkin atas saran dari orang yang dianggap sudah berpengalaman atau Expert pada bidang Investasi yang sejenis. Itu masih dalam lingkungan yang dikenal.Sering juga si pemilik investasi mencatut nama-nama orang terkenal seperti Pejabat, Ulama, Artis, Tokoh Masyarakat dan lain-lain, sehingga membuat Investasi tersebut terlihat bonafid dan meyakinkan.Dari situ banyak orang yang akhirnya percaya. Dalam hati mereka berpikir “Masa sih Kyai X akan menipu?” atau “Jenderal itu aja invest, artinya kan gak main-main tuh Bisnis ini” ... dan lain sebagainya.

Jika yang mengajak invest adalah keluarga sendiri, biasanya mereka juga akhirnya menjadi korban. Di awal, mungkin karena merasakan keuntungan beberapa kali, selanjutnya ingin mengajak keluarga/kerabat lain untuk bisa sama-sama ikut merasakan keuntungan. Jadi tanpa niatan jelek untuk menjerumuskan. Ajakan atau saran dari saudara, sahabat dan orang terdekat biasanya sangat mempengaruhi. Ini yang kadang membuat seseorang melupakan resiko dari Investasi. Faktor kedekatan emosional yang membuat orang jadi tidak rasional.

Fanatisme terhadap seseorang/sesuatu juga bisa membutakan akal sehat. Meski sudah dengar selentingan bahwa ada investasi A bodong, tetap saja menanamkan uang diinvestasi serupa hanya karena ustadz X yang mempromosikan produk itu. Faktor ini seringkali digunakan olehoknum untuk menggaet banyak korban, dan biasanya lagi-lagi sang ustadz juga tidak menyadari bahwa dirinya dimanfaatkan.

Faktor lainnya adalah keinginan untuk menunjukkan ‘ini lho saya bisa sukses berbisnis’. Jika investasi yang dimaksud benar-benar memberikan hasil yang memukau, tentunya bayang-bayang menjadi pribadi yang sukses secara finansial akan tampak. Bagaimanapun masih banyak orang yang ingin dipuji atas kesuksesannya. Selain pujian, tidak bisa dipungkiri bahwa mempunyai uang banyak adalah dambaan setiap orang. Dengan uang banyak, orang bisa melakukan berbagai hal. Keinginan menjadi Pribadi yang Sukses dan Tajir (dengan cara instant) mungkin merupakan salah satu faktor yang melenakan seseorang untuk bisa berpikir sehat dalam memilih Investasi.

Ketidaktahuan akan produk-produk investasi juga bisa menyeret seseorang untuk salah memilih. Di saat ada dana, lalu muncul keinginan untuk ‘memutar dana’ tersebut agar bisa memberikan margin di mana ada batasan dengan waktu, kemampuan, tenaga dan lain-lain, tentu akan mencari produk investasi yang dirasa bisa memenuhi keinginannya. Dari situ ketika ada bujukan, saran, rekomendasi tentang produk investasi yang harus dipilih, maka kebingunganlah yang timbul. Sehingga dengan berdasar percaya kepada siapa yang berhasil mebujuk tersebut, ditanamkanlah sejumlah dana dengan tidak berusaha mencari tahu seberapa besar resiko bakal kehilangan dananya.

Ini sekedar uneg-uneg saya kenapa orang bisa terjerumus menjadi korban salah pilih produk investasi. Dan ini bisa menimpa siapa saja.

W A S P A D A lah..... W A S P A D A lah !!!!!

Tips : Jika ada investasi yang memberikan return besar (>3,5% per bulan) dan rutin serta bersifat pasti, di situ kita harus curiga. Selanjutnya coba gali banyak-banyak info tentang produk investasi tersebut. Untuk mudahnya, cari tahu lewat internet, baru telusuri lagi lebih dalam dari sumber-sumber lain. Kalau semua dirasa sudah dilakukan, langkah terakhir adalah dengan berdoa untuk minta pertolongan-Nya menuntun kita dengan mengikuti kata hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun