Pendidikan merupakan sebuah tonggak masa depan bangsa. Pendidikan dimaksudkan sebagai upaya menumbuhkan karakter dan budi pekerti sumber daya manusia suatu bangsa. Cerminan potensi sumber daya manusia suatu bangsa juga terlihat melalui hasil evaluasi dan refleksi pendidikan. Berjalannya pendidikan ini, tak bisa lepas dari sosok guru bangsa, sebagai pelaku sekaligus garda depan pendidikan.Â
Upaya ini menjadikan guru sebagai agent of change. Maka dari itu, untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia Indonesia, potensi pendidikan melalui sosok guru bangsa harus diperhatikan dengan baik.
Guru pada suatu bangsa harus memiliki prinsip pengajaran dalam bersikap dan menyelami tantangan perkembangan zaman. Prinsip ini ditujukan karena guru sebagai agen perubahan memainkan peran penting dalam upaya membentuk karakter dan pemahaman masyarakat.Â
Guru tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menginspirasi, memotivasi, dan membimbing peserta didik untuk menjadi individu yang kritis, kreatif, dan peka terhadap isu-isu sosial. Pada konteks ini, guru memiliki fungsi sebagai teladan, yang menunjukkan adanya  nilai-nilai positif dan etika kerja yang baik.
 Implementasi pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru melalui pendekatan pembelajaran yang inovatif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik, guru juga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi, dan pengembangan diri.Â
Keterlibatan aktif sosok guru dalam komunitas mendorong perubahan sosial dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan kolaborasi. Dengan kata lain, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pemimpin dan agen transformasi yang mampu memengaruhi generasi mendatang untuk berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik.
Sebelum memiliki karakter di atas, sosok guru bangsa Indonesia telah diinisiasi oleh beberapa pahlawan nasional bangsa, salah satunya Ki Hadjar Dewantara. Beliau dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional Indonesia karena perjuangannya menyuarakan kemerdekaan masyarakat Indonesia melalui pendidikan yang merdeka untuk seluruh masyarakat Indonesia.Â
Pembentukan Tamansiswa pada 3 Juli 1922, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan upaya pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hal tersebut, ditujukan agar masyarakat Indonesia dapat memperoleh pendidikan secara merdeka dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk kemaslahatan bangsa Indonesia itu sendiri. Pemikiran pendidikan yang berbudaya ini dikenal dengan sebutan Sistem Among.
Di sisi lain ajaran Tamansiswa yang memerdekakan peserta didik, dimplementasi lewat pembentukan karakter guru yang terintegrasi nilai-nilai budaya. Â Pertama, adanya pendidikan karakter dalam kurikulum.Â
Pendidikan ini terintegrasi pada nilai-nilai Tamansiswa seperti kebebasan, tanggung jawab, dan rasa hormat ke dalam kurikulum pendidikan guru. Pendidikan ini juga dapat terintegrasi pada pelatihan dan workshop yang berfokus pada pengembangan karakter dan metode pengajaran yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.Â
Ke dua, guru berperan sebagai teladan atau pemimpin dan mentor. Guru sebagai pemimpin atau sosok teladan yang menerapkan ajaran Tamansiswa asah-asih-asuh pada peserta didik dan membangun program mentoring antar guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter. Ke tiga, guru sebagai pembentuk lingkungan belajar yang positif.Â