Mohon tunggu...
novita utami
novita utami Mohon Tunggu... -

guru SD Muhammadiyah 4 Surabaya, penggiat sosial enterpreneur, penebar virus baca, sedang melatih diri menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah = Bergembira

9 November 2014   03:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jiwa dari pendidikan dan pembelajaran adalah kasih sayang dan kegembiraan.

SEKOLAH = BERSENANG-SENANG

Pendidikan dan sekolah, kata sekolah berasal dari bahasa latin scola atau skhola yang artinya: waktu luang atau waktu senggang. Waktu senggang atau waktu luang bagi anak- anak ditengah kegiatan utama mereka yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Adapun kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca, belajar tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Dan untuk kegiatan tersebut anak-anak didampingi oleh ahli yang mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya.(Wikipedia)

Saat ini masyarakat kita telah merubah haluan dari sekolah itu sendiri, saat ini sekolah adalah kegiatan utama anak-anak, dan bermain adalah pengisi waktu luang mereka. Pertanyaan besarnya adalah ‘apakah mereka menikmati masa kanak-kanak atau remaja mereka?’ dan jika jawabannya ‘tidak’, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dampaknya bagi masa depan anak-anak kita itu?’

Pemilik sekolah, guru, orang tua bahkan menteri pendidikan kita mungkin lupa untuk mengingat lagi masa kanak-kanak mereka. Pada masa sekolah bagian mana yang mungkin sampai saat ini masih diingat setelah semua beranjak menjadi manusia dewasa, cukup bahagiakah masa kanak-kanak kita? Atau masa remaja kita?

Penulis mencoba bertanya ke beberapa remaja dalam rentan usia 13 – 17 tahun, tentang kenangan masa kecil mereka, sebagian dari mereka mengingat beberapa nama guru SD dan beberapa kegiatan yang mereka lakukan bersama-sama terutama saat di luar kelas atau di luar sekolah. Guru yang paling sabar, guru yang paling galak, guru yang piawai mendongeng dan lain-lain. Penulis hanya menemukan beberapa remaja yang masih mengingat jadwal pelajaran waktu SD, padahal itu menjadi kebiasaan yang harus mereka lalui.

Ketika anak-anak itu tidak menemukan kegembiraan dalam kegiatannya maka itu hanya akan menjadi lintasan-lintasan yang lewat begitu saja tanpa bekas, dan akankah kita buang waktu emas ini sia-sia?.... dan ini adalah tangung jawab kita semua sebagai orang tua, dan sebagai guru bagi anak-anak bangsa ini.

Karena pada dasarnya ketika kita berkeinginan membawa perubahan pada dunia pendidikan mungkin cukup dengan dua kata kasih sayang dan kegembiraan, tidak perlu kurikulum yang muluk-muluk selama guru dan orangtua bias mewujudkan keadaan dengan limpahan kasihsayang dan kegembiraan maka semua akan berubah menjadi lebih baik.

Menciptakan lingkungan yang menyenangkan adalah tanggung jawab sekolah, menjadi pendamping yang penuh kasih saying adalah kewajiban guru di sekolah. Karena kasih saying dan kegembiraanlah pada hakikatnya adalah jiwa dari pendidikan dan pembelajaran. Keragaman individu dalam lingkungan sekolah harus difahami dan dijembatani oleh orang tua dan guru sehingga setiap individu siswa bias berkembang dan mengembangkan dunianya sendiri. Belajar dari pengalaman pribadi dan pengalaman sesama guru, penulis meyakini keampuhan dari kasih saying dan kegembiraan.

Kisah pengalaman paling berkesan dari penulis adalah ketika terjun di dunia pendidikan anak-anak bertemu dengan seorang guru yang membuktikan bahwa dengan kegembiraan segala kendala pembelajaran akan hilang. Tersebutlah bintang, seorang anak istimewa di kelas saya yang telah menyedot hampir sebagian perhatian guru maupun teman-teman lainnya. Dia tampil sebagai solidaritas maker di kelas, tetapi sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan akademis. Ketertarikannya lebih pada seni music sehingga orang tuanya memangil guru les privat, tetapi semua gagal kalau bukan gurunya yang menyerah ya anaknya yang tidak mau belajar lagi.

Setelah melakukan sharing dengan sesame guru di sekolah, akhirnya bintang bertemu dengan guru yang sesuai, tanpa teori music yang ribet anak-anak diperdengarkan dengan bunyi alat music dan di minta untuk menirukannya. Tidak membuutuhkan waktu lama, cukup satu bulan Bintang bias menguasai beberapa lagu dengan menggunakan gitar. Dan saat dia menemukan kegembiraannya…bintang bersinar dimana-mana.

Keyakinan akan kemampuan invidu yang berbeda pada setiap anak, kasih saying dan kegembiraan dalam kegiatan belajar adalah kunci keberhasilan bagi anak-anak kita. Mereka akan tumbuh, dan pasti tumbuh dan dapat membangun dunianya. Dunia penuh kegembiraan dan optimisme dunia anak.

Novita Utami; Guru SD Muhammadiyah 4 Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun