Mohon tunggu...
Novita Safira Anjani
Novita Safira Anjani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa ekonomi pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan LTV: Menunjang atau Menghambat Pertumbuhan Kredit Properti?

17 November 2024   19:45 Diperbarui: 17 November 2024   19:56 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Loan to Value merupakan instrumen kebijakan makroprudensial yang di terapkan untuk mengatur jumlah maksimum pembiayaan kredit yang bisa diberikan oleh perbankan terhadap nilai proprti yang dijadikan jaminan. LTV bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan mitigasi risiko pemberian kredit yang berlebihan. Latar belakang dari kebijakan ini adalah depresi besar Amerika Serikat pada tahun 1930-an, hingga akhirnya memperkenalkan konsep down payment minimum untuk mengurangi resiko gagal bayar. Karena pada saat itu bank bank memberikan pinjaman tanpa memperhatikan kemampian peminjam dalam membayar kredit yang mereka pinjam, sehingga menyebabkan tingkat gagal bayar yang tinggi.

Loan to value kembali mendapat perhatian besar setelah krisis keuangan pada tahun 2008. Krisis keuangan 2008 yang disebabkan oleh sektor properti di AS, disebabkan oleh pada saat sebelum krisis banyak bank bank yang memberikan pinjaman dengan LTV di atas 100% , padahal banyak sekali peminjam yang memiliki kemampuan yang rendah. Bank -- bank pada saat itu memberikan pinjaman dengan sedikit LTV atau bahkan tidak sama sekali. Namun, ketika tahun 2007 pasar properti mengalami penurunan, hingga menyebabkan banyak pemintam tidak dapat membayar kembali pinjaman mereka, karena harga properti lebih rendah dibandingkan dengan utang mereka. Kondisi ini menyebabkan bank-bank mengalami gagal barang dan penyitaan properti. Pemilik rumah yang terjebak dalam utang yang lebih besar daripada nilai properti mereka memilih untuk menyerahkan properti kepada bank, menyebabkan pasar properti jatuh lebih dalam. Masalah ini menyebar ke sistem keuangan global karena bank-bank besar yang terlibat dalam pemberian kredit properti ini menyalurkan pinjaman-pinjaman tersebut dalam bentuk produk keuangan seperti mortgage-backed securities (MBS), yang kemudian diperdagangkan di pasar global. Ketika banyak dari produk-produk ini gagal, bank-bank dan institusi keuangan lainnya mengalami kerugian besar, yang menyebabkan kebangkrutan dan krisis likuiditas di banyak negara.

Setelah permasalahan gagal bayar pada tahun 2008, banyak negara menetapkan Loan to value yang lebih ketat, dengan menetapkan batasan maksimal LTV untuk pinjaman properti, dan mengharuskan peminjam memberikan jaminan yang lebih besar sebelum meminjan dana.  Indonesia mulai memperkenalkan kebijakan LTV pada tahun 2012 melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP yang menetapkan batasab rasio LTV sebesar 70%. Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat countercyclical dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sisitemik. Selain itu juga bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan, dalam mendukung stabilitas sistem kuangan (Bank Indonesia, 2023).  

Tujuan diterapkannya kebijakan LTV memiliki tujuan utama untuk menjaga stabilitas keuangan dengan menghindari terjadinyan gelembung properti. Gelembung properti terjadi ketika  harga properti terus meningkat secara tidak wajar dikarenakan motif spekulasi pasar, bukan berdasarkan pada permintaan dan penawaran properti pada umumnya. Kebijakan LTV ini bersifat countercyclical,  hal ini berarti bahwa kebijakan bisa diperketat saat pasar sudah tumbuh pesat atau kebijakan dapat dilonggarkan ketika pasar sedang tumbuh melambat. Kebijakan akan diperketan dengan cara menurunkan rasio LTV sepeti rasio LTV menurun hingga 60%, sebaliknya kebijakan akan dilonggarkan dengan meningkatkan rasio LTV seperti meningkatkan hingga 100%. Kebijakan ini dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan kredit dan juga untuk memperbaiki kondisi dipasar properti. 

Instrumen kebijakan makroprudensial loan to value memainkan peran penting terhadap pertumbuhan kredit properti di Indonesia. Pada tahun 2023 rasio LTV menunjukkan nilai 100% untuk semua jenis properti, bagi bank yang memenuhi persyaratan rasio NPL/NPF Total kredit/Pembiayaan dan rasio NPL/NPF total kredit/pembiayaan properti. Di sisi lain harga properti meningkat sebesar 1,74 % pada triwulan ke 4 tahun 2023. Pertumbuhan kredit KPR dan KPA tumbuh sebesar 12,17% pada triwulan ke 4 tahun 2023 (Bank Indonesia, 2024). Pelonggaran persyaratan ratio LTV dengan nilai 100% menunjukkan mempermudah konsumen untuk mengakses kredit, hal ini berdampak pada pertumbuhan kredit seperti Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dan Kredit Pemilikan Ruman (KPR) tumbuh sebesar 12,17% pada triwulan IV 2023. Disisi lain kenaikan harga properti sebesar 1,74% pada triwulan ke IV 2023  menunjukkan bahwa pelonggaran LTV dapat memicu risiko inflasi aset. Kondisi ini jika tidak dikendalikan dapat meingkatkan risiko kredit macet di masa depan. Efektifitas penerapan kebijakan ini dapat di peroleh ketika bank dapat mengelola risikonya dengan baik, bank yang mampu menjaga rasio NPL dibawah ambang batas akan diuntungkan, karena dapat menyalurkan kredit lebih banyak tanpa menambah risiko kreditnya. Namun, jika bank tidak mampu menjaga rasio NPLnya, maka bank akan berpotensi tidak dapat menyalurkan kredit baru atau kredit yang lebih banyak. Kondisi tahun 2023 mencerminkan perubahan kebijakan LTV cenderung lebih mendorong pertumbuhan kredit properti, akan tetapi untuk mencegah pasar terlalu panas, pengawasan NPL harus diperketat.

Kebijakan LTV sebagai instrumen makroprudensial telah menunjukkan peran strategis dalam menjaga stabilitas keuangan dan mendukung pertumbuhan kredit di Indonesia. Sejak diperkenalkankannya kebijakan LTV, kebijakan ini berfungsi untuk mencegah resiko sistemik akibat kredit berlebih yang memiliki resiko tinggi dan menghindari resiko gelembung properti seperti tahun 2008. Penetapan rasio LTV sebesar 100% pada tahun 2023 menunjukkan pelonggaran untuk mendorong pertumbuhan kredit properti. Akan tetapi, pelonggaran kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan harga properti pada periode yang sama yang akan berdampak pada kenaikan inflasi aset. Sehingga, peningkatan rasio LTV juga harus diimbangi dengan menjaga risiko NPL supaya tidak terjadi kredit macet/gagal bayar di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun