Mohon tunggu...
Novita Romandika
Novita Romandika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hubungan International UNSRI

Faculty of Social Science and Politics - Sriwijaya University International Relations '19

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perang Dagang China dan Amerika Serikat dalam Pandangan Neo-Realisme

13 Maret 2020   18:48 Diperbarui: 10 April 2020   20:54 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menurut persepsi neorealisme sistem internasional bersifat anarki, seperti yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz, konsep dasar pandangan neorealisme adalah bahwa hubungan internasional merupakan struktur anarki yang tersebar di negara-negara (Kenneth Waltz dalam Jackson & Sorenson, 1999). Dalam sistem internasional yang anarki ini kepentingan yang paling diutamakan yaitu eksistensi negaranya sendiri. Sehingga negara akan berusaha keras meningkatkan dan memaksimalkan kekuatan dalam berbagai aspek, terutama kekuatan militer dan kemampuan ekonominya. Adanya anarki dalam sistem internasional akan membentuk sebuah sistem sehingga setiap negara akan mencoba untuk mempertahankan kekuasaannya masing-masing, sesuai dengan kapabilitasnya (Lamy,2008).

         Dalam neorealisme terdapat konsep yang disebut dengan Self-Help, Self-Help adalah upaya suatu negara dalam mempertahankan dan mencapai kepentingan nasional negaranya sendiri (survive). Kondisi yang anarkis menjadikan negara harus mampu menjalankan Self-Help dengan cara apapun guna menjamin survival negaranya, meskipun harus siap menanggung adanya kemungkinan konflik antar negara yang lebih besar. Self-Help itu sendiri terdapat 4 macam, yaitu pertahanan negara, kemampuan bidang ekonomi, power dalam bidang militer, dan stabilitas negara. Dari 4 macam bentuk Self-Help tersebut kekuatan militer dan kemampuan dalam ekonomi menjadi penguat pertahanan negara yang pastinya akan berimbas pada stabilitas negara maupun internasional (Dunne & Schmiof, 2001).

         Selain konsep Self-Help, dalam pandangan neorealisme yang sejalan dengan realisme klasik, dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dalam sistem internasional perlu adanya Balance of Power. Balance of power adalah upaya dari negara untuk saling memperkuat hard powernya terkhusus dalam bidang militer guna penyetaraan kekuaran. Neo-realisme berpandangan bahwa power yang dimaksud disini bukan hanya tentang militer saja, lebih luas dari itu, yaitu keseluruhan sumber daya yang dapat dimanfaatkan guna memaksa dan mengontrol negara lain dalam sistem internasional.
Seperti yang terjadi sekarang ini, China muncul sebagai kekuatan baru dengan keberhasilan pembangunan ekonominya. China juga mulai memasuki era perdagangan multilateral setelah resmi masuk ke World Trade Organization (WTO) pada tahun 2005. Sejak tahun 1979 dan setelah China resmi bergabung dalam WTO , gross domestic product (GDP) China naik dengan rata-rata 9% pertahun. Yang menjadikan China sebagai negara dengan tingkat perumbuhan tercepat di dunia saat ini. 

           Selain itu, saat ini China merupakan tantangan Ekonomi yang lebih besar jika dibandingkan dengan Uni Soviet yang pernah mengalami perang dingin dengan Amerika. Selama perang dingin dalam catatan historis dari produk domestik bruto menunjukkan bahwa ekonomi Uni Soviet tidak pernah lebih besar dari 44% ekonomi Amerika Serikat. Sedangkan China telah mampu menandingi Amerika Serikat dengan satu ukuran sejak 2014. Uni Soviet tidak pernah bisa memanfaatkan sumber daya sektor swasta yang dinamis, nyatanya China bisa melakukan. Di beberapa pasar China sudah lebih unggul dan maju dari Amerika Serikat. Karena kemajuan dalam bidang ekonomi China yang luar biasa, menjadikan Amerika Serikat sebagai kekuatan hegemoni mengalami offensive realism yaitu negara menjadi agresif guna berusaha mendominasi sistem internasional dengan cara ikut ambil bagian dalam segala urusan-urusan negara di luar kawasannya. Offensive realism secara umum mengasumsikan bahwa kekuatan-kekuatan besar (super power) selalu mencari kesempatan guna mendapatkan kekuasaan atas rival mereka, dengan hegemoni sebagai tujuan akhir mereka (Mearsheimer 2001:29). Amerika Serika meningkatkan power nya dengan cara memberlakukan tarif baru tambahan produk China sebesar 200 miliar dollar AS, serta menerapkan sanksi pada impor China sebesar 50 miliar dolar AS. Kekhawatiran Amerika Serikat semakin tampak jelas dengan ancaman Presiden AS Donald Thrump yang akan menerapkan tarif impor lain senilai US$267 miliar jika China gagal mengatasi kekhawatiran Amerika Serikat yang masih ada atas War Trade yang terjadi. Namun China tidak tinggal diam, China memberlakukan tarif terhadap impor Amerika Serikat sebesar 60 miliar dolar AS sebagai bentuk pembalasan, serta memutuskan untuk melakukan penundaan proses negosiasi perdagangan guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

          China tidak main-main dalam menanggapi gejolak hubungan dengan Amerika yang semakin memanas dengan cara meningkatkan anggaran militernya. Tindakan pemerintah China ini dianggap sebagai ancaman bagi keamanan dunia. Peningkatan anggaran militer China memancing awal security dilemma kawasan yang tentu akan mengganggu stabilitas keamanan. Peningkatan anggaran militer China juga menimbulkan kekhawatiran Amerika Serikat sebagai negara adikuasa yang cenderung ingin menunjukkan hegemoninya di seluruh kawasan di dunia. Saat ini perang dingin baru sudah dimulai, bangkitnya China sebagai kekuatan baru dunia dianggap sebagai ancaman bagi Amerika yang setelah perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat di anggap sebagai negara paling berkuasa di dunia. 

          Peristiwa muncul dan meredupnya kekuatan negara-negara super power menjadi puncak bergesernya perimbangan kekuatan, negara dengan kekuatan lebih besar lah yang akan memiliki kuasa untuk mengatur tatanan struktur internasional. Saat ini dunia memiliki dua kekuatan yang berimbang, dunia sedang menganut sistem bipolar dengan adanya dua kekuatan tersebut. Dalam pandangan neorealisme yang anarkis, perang tetap saja dapat terjadi tapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat mencapai perimbangan kekuatan (Balance of Power) seperti yang sedang terjadi antara kekuatan China dan Amerika Serikat saat ini.  China dan Amerika saat ini tengah melakukan Self-Help guna mempertahankan dan memaksimalkan usaha untuk mencapai national interest masing-masing negara, sejalan dengan konsep yang di terangkan dalam paham neo-realis bahwa dalam politik internasional negara akan selalu berupaya mencari dan berkompetisi memperebutkan kekuasaan (Dunne dan Smith, 2014). 

           Upaya yang dilakukan China dengan menguatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan anggaran militer merupakan bentuk self-help untuk mewujudkan balance of power meskipun apa yang dilakukan China tersebut pada kenyataannya menimbulkan security dilemma yang membuat China harus menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat.

REFERENSI :
Ben Westcott.2020.There's Talk of A New Cold War But China Is Not Soviet Union. https://www.cnn.com/2020/01/02/asia/us-china-cold-war-intl-hnk/index.html (diakses pada tanggal 10 maret 2020)

Kanneth R. Weinstein.2019.A New Cold War Between the US and China. https://www.aspenreview.com/article/2019/new-cold-war-us-china/ (diakses pada tanggal 12 maret 2020)

N Fadrianis.2012.Kedudukan RRC Sebagai Penyeimbang Dominasi AS dalam Dunia Internasional.repository.unhas.ac.id (diakses pada tanggal 10 maret 2020).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun