Banyak negara termasuk Indonesia yang mendorong masyarakatnya menjadi Cashless Society. Hal ini bukan sekedar karena pemerintah kita latah hendak mengikuti adopsi tren digital. Namun ada berbagai alasan logis mendasarinya.
Faktor efisiensi biaya pengelolaan uang menjadi alasan yang utama. Akan banyak penghematan yang bisa diraih pemerintah bila masyarakatnya beralih ke transaksi digital. Mulai dari pengadaan dan pencetakan uang, distribusi uang ke masyarakat sampai dengan penggantian serta penarikannya kembali. Semua adalah biaya. Belum lagi biaya untuk upaya pengawasan atas adanya pemalsuan uang,
Untuk kondisi di Indonesia biaya pengelolaan dan pengamanan peredaran uang, bisa jadi sangat besar. Kondisi demografis negara kita yang terdiri dari berbagai pulau dengan dataran yang dikelilingi pegunungan dan sungai tentu menyulitkan logistik pengiriman uang.
Alangkah eloknya bila pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ditunjang dengan meningkatnya penggunaan transaksi digital. Dengan demikian  biaya yang dialokasikan Bank Sentral Indonesia yang konon bisa mencapai 4 trilyun lebih per tahun untuk pengelolaan uang kartal, sebagiannya bisa disalurkan untuk kepentingan yang lebih produktif.
Menyadari manfaat tersebut, sebagai masyarakat Indonesia apakah kita sudah mulai menjadi bagian dari Cashless Society?
Bagi kaum urban tentu sudah terbiasa dengan penggunaan kartu debet, kredit atau e-money yang dikeluarkan baik pihak Perbankan. Penggunaan kartu berbasis chip untuk transaksi ini, bisa ada terhubung dengan akun Perbankan dan bisa juga tidak. Anak-anak sebenarnya bisa mulai dikenalkan dengan kebiasaan bertransaksi non- cash melalui kartu e-money. Orang tuanya yang melakukan isi ulang. Paling tidak anak-anak dibiasakan menggunakannya untuk jajan di mini market atau naik angkutan umum seperti Transjakarta.
Adapula transaksi digital yang menggunakan akses internet, baik melalui internet banking atau e-wallet yang kini sedang menjadi tren. Beberapa provider layanan ini yang aktif berpromosi ialah : Gopay, OVO, Sakuku dan T-Cash.
Apakah memang menggunakan transaksi digital ini lebih menguntungkan? Saat ini saya dengan yakin menjawab 'Ya'. Saya sangat diuntungkan sekali memanfaatkan berbagai promosi yang dilakukan para provider transaksi digital baik itu berupa discount, cashback atau hadiah gimmick lainnya. Transaksi saya bisa hemat dari 5% bahkan sampai 60%. Silakan pilih-pilih provider yang penawaran promosinya cocok untuk Anda. Pastinya pilih yang provider lokal saja ya.
Lalu apakah para provider e-wallet tersebut tidak rugi ? Saya yakin tidak. Untuk membentuk kebiasaan memang butuh investasi awal. Begitu juga untuk membangun jaringan mitra dan ekosistem pendukung pembayaran digital ini. Lalu apa yang mereka dapat nantinya? Sudah pasti basis pengguna yang besar yang jadi aset yang sangat berharga untuk pengembangan bisnis para provider ini ke depannya.Â
Terlebih lagi data transaksi yang mereka kumpulkan merupakan tambang emas era digital. Melalui kemampuan big data analytic mereka bisa mengetahui secara persis profil setiap orang  yang menjadi pengguna, dilihat dari pola konsumsi dan transaksinya. Di dunia Marketing, kemampuan profiling ini merupakan senjata yang sangat mumpuni untuk meraih keberhasilan menggarap pasar.
Selain merasa cerdas dalam bertransaksi, saya juga merasakan mendapat kenyamanan dan efisiensi lebih. Saya tidak perlu direpotkan dengan kembalian uang receh yang memberati dompet. Semua transaksi dilakukan secara pas sesuai nominal.Â