Malam ini aku menunggu balasan darinya secepat mungkin karena dia sedang libur semesteran. "Dila, sudah pergi tidur gih, dari tadi masih online terus." Dia membalas sesuai dengan harapanku. "Tidak mau ah katanya mau bilang sesuatu?" ucapku. "Iya aku bakal ngetik ya bukan ngomong  kan ini lewat whatsapp kita ngobrolnya wkwkwk, besok pagi sebelum kamu buka ponsel doa dahulu ya."
Aku dengan Hisam baru kenal sekitar empat bulan, kami tidak pacaran. Kami begitu dekat sebagai seorang teman yang sering saling curhat.
Keesokan harinya aku berdoa sesuai dengan pesan dia semalam. "Halo Dila, terima kasih sudah menuruti pesanku, Dila kamu itu baik ya aku nyaman denganmu. Mungkin pertemanan kita akan berubah bila kamu mau? Aku suka sama kamu La! Hisam Ahmad nyaman dengan Dila Sadifa."
Sebenarnya aku memiliki perasaan yang sama sepertinya, tetapi aku menjaga diri untuk orang tuaku. Aku dilarang pacaran oleh mereka agar fokus untuk kuliah saja.
"Hi Hisam, Terima Kasih kembali selama ini kamu telah menjadi pendengar curhatanku yang terbaik, tapi maaf ya aku gak mau mengubah status kita."
***
Beberapa minggu kemudian sifatnya berubah, pesanku dia balas dalam waktu lama, hampir setengah hari baru dibalas.
Sejak saat itu aku kurangi frekuensi chatting dengannya.
"Aku minta maaf ya Dil selama ini mungkin buat kamu jadi baper atau ngefly, aku ga ada maksud buat itu."