Dear kompasianer, disini aku hanya ingin berbagi kisah, berbagi kasih, berbagi cerita, berbagi senang berbagi duka dan berbagi tawa.
Aku mempunyai banyak sekali hal untuk diceritakan, bahkan beberapa orang menyarankan aku untuk menuliskan kisahku ini.
Dari cerita bagaimana awal  aku bisa menapakkan kakiku pertama kali di kota yang kata orang-orang "keras" ini dengan berbekal optimis saja dan percaya bahwa aku akan baik-baik saja, sampe akhirnya aku bisa bergabung dengan perusahaan media yang sudah tidak asing lagi didengar oleh orang-orang dengan pantas untuk fresh graduate seperti aku.
Ceritanya bermula ketika aku mulai lulus kuliah SI dari sebuah Universitas Swasta di Jawa Timur. Setelah lulus, aku tidak tau apa yang harus aku lakukakan. Rasanya bosan berada di Malang, di Batu.Â
Mencoba melamar pekerjaan di sebuah perusahaan media besar di Jakarta dengan berniat "bismillah" namun belum berhasil. Minggu berikutnya, tidak berhenti disitu, aku mencoba lagi melamar pekerjaan yang aku inginkan sambil mengelola sebuah kedai kopi  bersama 3 temanku dan dibantu 1 sahabatku dari kecil. Akhirnya selang sebulan dari aku melamar, aku mendapatkan E-mail untuk berangkat ke Jakarta dan melakukan beberapa tes.
Ya, aku asli orang Malang, lebih tepatnya Batu. Kota Batu sekarang memang sudah berdiri sendiri. Dengan 3 Kecamatan, Kotaku ini tidak kalah mencuri perhatian pelancong lokal maupun luar negeri untuk berkunjung, makanya tidak salah kalau Kota Batu disebut-sebut sebagai Kota Wisata Batu atau orang menyebutnya KWB dengan simbol khas buah apel dan kuliner andalannya yaitu ketan legenda yang selalu ramai dipadatin wisatawan.Â
Kembali ke kisahku, menjajakan kaki disini, di kota orang yang menjadi pusat dan tempat segala sesuatu berawal sendirian, membuat beberapa teman-temanku mencoba merubah pikiranku untuk tidak berangkat karena mereka khawatir apa aku bisa disini sendiri, di Jakarta, di Ibu Kota, karena teman-temanku sangat mengerti bagaimana manjanya aku dan cerobohnya aku dalam melakukan hampir semua hal yang aku coba.Â
Maklum, selama 23 tahun hidup belum pernah aku merasakan pergi jauh merantau ke tempat orang, sendirian, tanpa keluarga, tidak ada siapa-siapa dan buta arah. Pernah sesekali aku merasa bimbang dengan keputusanku untuk pergi jauh dari kota kelahiranku. Namun, pesan orangtua yang selalu menjadi penguat dan bahan pertimbanganku untuk mengambil segala keputusan yang harus aku buat.Â
Bapakku adalah seseorang yang sabar dan sangat mengerti kemauan anaknya. Beliau seseorang yang selalu percaya bahwa anaknya mampu dan bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.Â
Bapakku yang selalu menguatkan aku ketika aku putus asa dan mulai takut akan salah langkah. Pergi ke Jakarta dalam keadaan tidak tau arah memang membuatku sempat merasa takut, apalagi dengan momok "Jakarta keras", rasanya seperti aku tidak mungkin berangkat sendirian.Â
Tapi, beliau selalu bilang "kalau bisa membaca dan ngomong,mbak  vita tidak mungkin tersesat" kata-kata biasa namun seperti ada kekuatan tersendiri untuk membuat aku berani dan akhirnya pergi.