Warung sederhana yang terletak di Jalan Wahidin Sudiro Husodo no 49 Sungkur Semangkak Kabupaten Klaten ini merupakan usaha keluarga sejak tahun 1956 yang hingga sekarang masih bertahan. “Suami saya pernah berpesan, warung ini jangan di jual kalau cuma buat makan tidak bakal habis sampai tujuh turunan”, kata Mbah Minto pemilik warung sekaligus perintis usaha ini dalam bahasa Jawa.
Warung yang sudah buka hampir 56 tahun, sejak anak ketiga Mbah Minto baru bisa merangkak sampai sekarang sudah memiliki 4 orang buyut. Minto sendiri adalah nama dari suami simbah, sudah menjadi kebiasaan jika seorang istri dipanggil menggunakan nama suami, nama simbah sendiri adalah Mariyem. Suaminya meninggal sudah lama sekitar 20 tahun yang lalu.
Kini Mbah Minto tinggal bersama anak nomor empatnya Sri maryani, yang sekarang menggantikan Mbah Minto berjualan sejak tahun 1993 sepulangnya menjadi TKW di Malaysia. Sekarang Mbah Minto sudah tidak menjadi penjual melainkan berperan di belakang panggung dengan meracik bumbu dan menggoreng gorengan pendamping makanan utama dibantu anak ketiganya yang bernama Sumarmi dan cucunya Yunita yang setiap hari membantu di warung, yang berjualan di depan panggung adalah Sri Maryani yang sering dipanggil Mbak Sri atau Yu Sri.
Kayu Bakar
Sejak dahulu hingga sekarang Mbah Minto konsisten menjual soto ayam kampung yang menjadi menu andalan, yang menjadi istimewa adalah cara memasak di warung ini masih tradisional menggunakan kayu bakar, karena mbah Minto ingin menjaga kualitas. Ayam yang digunakan juga bukan ayam negeri melainkan ayam kampung, karena ayam kampung rasanya lebih enak dan kandungan gizinya lebih baik.
Selain menjual soto ayam, di warung Mbah Minto juga menjual bakmi jowo goreng atau rebus, mie kopyok, nasi pecel, nasi goreng, tahu goring, garang asem dan nasi sayur berbagai jenis. Dari dulu sampai sekarang tidak banyak yang berubah dari warung ini, warung hanya berubah sedikit karena direnovasi yang dulunya berlantai tanah sekarang sudah pakai keramik itupun karena menimbang agar lebih awet dan menutupi dinding yang sudah mulai rapuh dimakan usia, diluar itu renovasi hanya kecil-kecilan.
Tidak hanya itu makanan yang dijualpun tidak banyak berubah, “Dari dulu jualannya sama hanya tambah sambel goreng, dan orek tempe”, kata eyang yang mempunyai delapan cucu dan empat buyut dari enam anak ini.
Resep Leluhur
Mbah Minto juga membuka cabang di Klaten Utara tepatnya di rumah anak kelimanya yang bernama Sri Budamiyati yang sering dipanggil Bu Wito sesuai nama suaminya. Makanan yang dijual sama dengan yang dijual di warung Mbah Minto, “Yang di jual sama seperti punya simbah namanya juga resep leluhur”, kata Mbak Buda, panggilan lain dari anak kelima Mbah Minto ini.
Berbagai profesi, latar belakang, usia, jabatan, kelas sosial menjadi pelanggan warung soto ini, dari tukang becak hingga pegawai DPD, semua melebur jadi satu di warung sederhana ini, berbagai topik pembicaran pun kera hadir disela-sela waktu makan, dari sekedar gurauan hingga obrolan politik kerap terdengar.
Jam- jam yang paling ramai adalah jam 11.00 sampai jam 13.00, jam makan siang dan sore jam pulang kantor. Warung sederhana ini berdiri di kawasan yang terbilang sibuk berjajar sekolah, kantor, serta pertokoan berjajar disini, tidak heran bila Jalan Wahidin Sudiro Husodo yang dulunya bernama Jalan Kalimantan ini selalu padat.
Pembuka lahan
Tempat warung ini berdiri pada awalnya masih merupakan daerah persawahan, namun kini berubah menjadi daerah yang sangat sibuk, banyak warung sejenis yang muncul, pertokoan, dan kantor. Mbah Minto adalah warung dan rumah pertama yang ada di daerah tersebut, bisa dibilang sebagai pembuka lahan, seiring dengan bertambahnya waktu kini warung Mbah Minto pun terancam banyak pihak-pihak yang dengan terang-terangan maupun tidak ingin mengambil alih lahan yang ditempatinya sejak 56 tahun yang lalu hingga sekarang itu.
Menurut Mbak Sri beberapa waktu lalu dagangannya tiba-tiba berbau sabun semua padahal alat yang digunakan memasak semua sudah dibersihkan dan bebas dari bau sabun, namun anehnya setelah dzuhur atau setelah waktu makan siang usai bau sabun tersebut tiba –tiba hilang dengan sendirinya. “Kata masnya yang jajan waktu itu, kejadian itu ada yang ’buat’ karena ingin membuat usaha saya sepi” ungkap Mbak Sri.
Tujuh Turunan
Mbah Minto beserta anaknya tetap memegang teguh pesan dari Mbah Kakung yang mengatakan bahwa warung tersebut bisa menghidupi keluarganya sampai tujuh turunan pun tidak bakalan habis, jadi Mbah Minto sekeluarga tetap mempertahankan Warung Soto nya dengan sepenuh hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H