Undang-undang dasar 1945 sabagai basic law atau norma hukum tertinggi telah memuat pasal-pasal yang menjamin perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM. Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara maupun kelompok individu.
Dari sekian banyak pasal-pasal yang mengatur perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, menurut saya jaminan HAM yang paling sering dilanggar adalah hak untuk mendapat perlakuan yang sama di depan hukum. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”. Hak atas persamaan di depan hukum merupakan salah satu hak sipil politik yang wajib dilindungi. Hal ini sudah diakui melalui Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) yang disahkan pada 16 Desember 1966 dan mulai berlaku efektif 23 Maret 1976. Menurut Hakim Agung Takdir Rahmadi, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan UU No. 12/2005 merupakan payung hukum utama bagi persidangan yang adil, perlakuan yang sama di muka pengadilan, hak atas bantuan hukum, hak banding dan sebagainya.
Alasan saya memilih hak tersebut dikarenakan hak tersebut sangatlah penting dalam membangun suatu negara yang baik. Negara yang baik tidak akan melindungi orang yang bersalah atas orang yang tidak bersalah. Jika Indonesia tidak dapat memperlakukan seluruh warga negaranya dengan adil di hadapan hukum, maka dapat disebutkan bahwa Indonesia gagal membangun negara yang sesuai dengan ideologinya, Pancasila karena telah melakukan suatu pelanggaran sila ke-2 Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Suatu ideologi yang seharusnya menjadi dasar pemerintahan saja sudah dilanggar, maka lama-kelamaan ideology sebagai pandangan hidup juga akan pudar. Masyarakat biasa pun tidak akan bertindak adil lagi.
Contoh kasus ketidakadilan di depan hukum adalah: Detik.com memberitakan seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Palu, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, AAL (15), terancam 5 tahun bui. Sebab, polisi dan jaksa menuduhnya mencuri sendal seharga Rp30 ribu milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Penegakan hukum ini sangat kontras dengan tindakan aparat hukum dalam memberantas korupsi. Detik.com juga memberitakan, Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono dituntut 7 tahun penjara dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Padahal Eddi dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 46 miliar. Begitu halnya dengan hukuman yang diberikan kepada Aulia Pohan yaitu 4 tahun penjara. Hukuman tersebut diberikan karena Aulia terserat kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 100 miliar pada 2003. Hukum tanpa keadilan maka sama saja bukan hukum. Ketika seorang pencuri sendal seharga Rp 30 ribu sama hukumanya dengan koruptor miliaran rupiah, maka keadilan menjadi sebuah kemustahilan. Jika hukum tidak adil, maka sangat wajar terjadi main hakim sendiri.
Bentuk HAM tersebut penting untuk dijamin perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhannya karena jika keadilan di depan hukum tidak dapat ditegakkan, tidak mengherankan jika apa pun slogan penegak hukum yang dipakai di negeri ini dan apapun usaha yang dilakukan pemerintah untuk membuat masyarakat percaya kepada aparat penegak hukum, hanya dianggap angin lalu oleh masyarakat. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum semakin kuat, melebihi usaha pemerintah untuk memperbaiki citra aparat penegak hukum. Aparat hukumnya saja tidak adil dan tidak dapat dipercaya, bagaimana dengan rakyat biasa? Hukum di Indonesia yang semestinya berlaku bagi siapa saja, akan tetapi faktanya hanya golongan masyarakat bawah yang sering merasakannya. Ibarat mata pisau, hukum di Indonesia hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Jika negara Indonesia sudah dapat menegakkan keadilan di hadapan hukum, maka Indonesia akan bekembang dengan pesat. Tidak ada korupsi, pencurian, penyiksaan, dll. Masalah-masalah di Indonesia pun akan mudah ditangani, contohnya masalah ketidak-rataan pendidikan di Indonesia. Jika tidak ada korupsi, maka dana pemerintah yang disalurkan ke daerah-daerah otonom akan digunakan sebaik-baiknya untuk membangun daerah tersebut sehingga daerah tersebut tidak tertinggal. Akan tetapi, menegakkan keadilan di hadapan hukum tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa orang telah berusaha untuk bertindak jujur, akan tetapi sebagian lain malah menjadikan orang tersebut sebagai kambing hitam atas apa yang telah dilakukannya.
Menurut saya, solusi yang setidaknya dapat membantu dalam menegakkan keadilan di hadapan hukum adalah:
1.Aparat penegak hukum disumpah untuk bertindak adil, profesional, dan tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun.
2.Segala proses pemerintahan yang bersifat umum tidak berusaha ditutup-tutupi dari masyarakat agar masyarakat juga dapat menyaksikan siapa yang bersalah
3.Jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maka hukuman yang didapatkan harus sebanding dengan pelanggaran apa yang telah dilakukannya
4.Setiap warga masyarakat harus paham isi dari ideologi dan dasar hukum Negara Repubblik Indonesia
5.Seleksi menjadi aparat penegak hukum harus berat/Perekrutan aparat penegak hukum harus teliti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H