Maharesi Bisma Dewabrata, sebagai salah satu punggawa terbaik dari Kurawa yang memiliki andil penting pada tegal Kurusetra, ternyata memiliki kisah asmara yang ironis. Antara Bisma Dewabrata dengan Dewi Amba ini juga dikenal sebagai kisah cinta paling tragis dalam seluruh kisah Mahabaratha.
Betapa tidak, sebagai akibat kutukan yang diberikan oleh Dewi Amba, seketika Bisma tumbang dihujam ribuan panah Srikandi. Dimana pada setiap pertempuran sebelumnya, Bisma tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan dari para Pandawa. Hal ini dikarenakan Bisma juga dikenal sebagai guru perang dari para Pandawa. Dengan kekuatan yang konon seimbang dengan Sri Kresna.
Namun, Bisma ternyata memiliki kelemahan fatal, dari tragedi cintanya dengan Dewi Amba. Dimana kala itu Bisma yang berpaling, justru melepaskan panah kepada Dewi Amba. Walau mulanya Bisma melakukan hal itu hanya untuk menakut-nakuti. Namun getaran cinta justru melesatkan panah hingga membuat Dewi Amba tewas seketika.
Demi cintanya, Dewi Amba pun rela mati ditangan Bisma. Walau kala itu Bisma terkesan "enggan" menerima cinta yang diberikan oleh Dewi Amba. Memang dahsyat kisah asmara wisesa antara Bisma dengan Amba, hingga harus dituliskan secara ironis oleh Pitoyo Amrih dalam buku Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata.
Jadi bukan karena kalah tanding dalam lakon Kurusetra, melainkan Dewi Amba yang menyusupi raga Srikandi untuk menuntaskan kisahnya dengan Bisma Dewabrata. Pada momen tersebut, Bisma pun mengetahui kehadiran Dewi Amba yang berwujud Srikandi. Maka ribuan panah yang dilesatkan kepadanya, diterima dengan lapang dada untuk menebus dosa kepada Dewi Amba.
Sejatinya memang Bisma menyukai Dewi Amba, namun karena laku spiritualnya, ia lebih memilih untuk mengesampingkan rasa cinta tersebut, dan pergi untuk bertapa. Maka gelar Maharesipun didapatkan olehnya atas laku spiritual yang luar biasa. Bahkan ampuh dikalangan para Dewa, beserta kesaktian yang sebanding dengan Sri Kresna di pihak Pandawa.
Walau hati memilih untuk memihak Pandawa, namun bisikan ghaib dari khayangan, membuatnya didaulat sebagai panglima perang Kurawa. Ini sebenarnya takdir yang telah ditentukan, namun Bisma punya kekuatan untuk menentukan. Melalui pandangannya sebagai Maharesi, tentulah berbuat adil adalah hal utama. Maka dengan berat hati, ia memilih untuk berada di pihak Kurawa.
Tapi, tidak satupun amanat memimpin perang Kurusetra dilakoni dengan setengah hati. Justru dengan amanat yang diberikan kepada Bisma, dijalani dengan kemenangan demi kemenangan di pihak Kurawa. Apalagi para Pandawa segan untuk melawan junjungannya sendiri. Inilah kiranya mengapa lakon Bisma Dewabrata selalu ditampilkan secara dramastis dalam pagelaran wayang.
Tidak lain karena beban dosa Bisma di masa lalu dengan Dewi Amba. Bahkan ia memilih untuk tidak menyentuh dan berhadapan dengan perempuan dalam momen apapun juga. Ini adalah kesedihan yang tak tersirat dari lubuk hati Bisma atas tewasnya kekasih tercinta atas tangannya sendiri.
Walau pada beberapa lakon, Bisma kerap menjadi penengan antara Kurawa dengan Pandawa jika terlibat seteru. Selain Prabu Kresna, yang dianggap lebih dekat dengan Pandawa, sedangkan Bisma adalah tokoh yang memilih hadir diantara kedua belah pihak. Sebelum peristiwa Baratayudha meletus dengan hebatnya.