Daerah Cisarua menuju Cianjur adalah area yang sulit dilalui, berbekal alat seadanya dan misiu, para pekerja meledakkan setiap sisi pegunungan yang dianggap menghalangi akses jalan yang hendak dibuatnya. Bahkan para pekerja yang melanjutkan proyek hingga ke Sumedang, mendapatkan jatah 1.5 pon beras setiap hari, dan 5 pon garam setiap bulannya.
Terlebih ketika membuat jembatan dari jalur Cianjur menuju Bandung, serta pembelahan gunung di Parakan Muncang hingga ke Sumedang. Para pekerja mendapatkan tambahan sekitar 2 ringgit perak, beserta 3 gantang beras setiap bulannya. Suatu hal yang tidak didapatkan ketika VOC-Belanda berkuasa. Apalagi dengan aturan kerja paksa, yang kerap disalahgunakan oleh pejabat lokal.
Belum lagi ketika memasuki area Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang rata-rata memiliki medan terbuka secara geografis. Tentu dengan upah yang juga disesuaikan menurut kebijakan daerahnya masing-masing. Yup, kala Deandels memimpin memang, Jawa dibagi menjadi 9 hingga 23 daerah administrasi. Dimana masing-masing daerah memiliki pemimpinnya sendiri (bupati).
Selain itu kebijakan lain yang sangat berguna untuk masyarakat diantaranya ada pembangunan rumah sakit pada setiap daerah administrasi. Beserta pabrik senjata pribumi, bersama barak-barak militer yang saling terhubung satu dengan lainnya. Inilah salah satu latar belakang dimulainya pemahaman terhadap aspek militer bagi bangsa Indonesia dimasa selanjutnya.
Tahap demi tahap, walau kemudian kembali ke tangan Belanda. Sedianya Jalan Raya Pos yang dibangun sejak tahun 1809 menjadi latar belakang dimulainya era industrialisasi modern, khususnya kala pembangunan moda kereta api, pada tahun 1867. Namun, tidak semua kebijakan Deandels dapat dikatakan baik, khususnya dalam soal kepemilikan wewenang sebagai pemimpin.
Diantaranya adalah sistem pertanahan milik pemerintah, yang dijual secara sepihak kepada orang asing. Dengan hasil yang tentunya untuk memperkaya diri sendiri. Selain itu, praktik korupsi juga disebut-sebut terjadi di berbagai daerah, seiring pembukaan Jalan Raya Pos, dengan metode upah tersebut.
Akhirnya pada tahun 1811, Louis Bonaparte memanggilnya untuk kembali ke Belanda. Karena dianggap tidak kompeten dalam mengurus negara dengan orientasi kolonialisme. Dengan mengirimkan Willem Jensens sebagai penggantinya di Batavia. Hingga ia meninggal karena malaria pada tahun 1818 dengan jabatan petinggi militer Belanda.
Namun, sekilas tentu kita dapat menilai, bagaimana pengaruh kebijakan Deandels pada masa selanjutnya. Walau banyak kekurangan pada kepemimpinannya yang militeristik, kontribusi pentingnya dalam membuka akses transportasi di Jawa adalah kemajuan dalam bidang ekonomi dan politik di kemudian hari.
Demikian kisah sejarah Indonesia ini dapat dibagi. Salam damai, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H