Siapa sangka, selain para petinggi TNI diantara tokoh publik yang menjadi incaran PKI pada tahun 1965 ada nama Moh. Hatta. Salah seorang pahlawan Proklamator yang menjadi target kelompok komunis sejak masa demokrasi Terpimpin. Hal ini terjadi karena Moh. Hatta adalah salah seorang tokoh yang fokal menentang dominasi komunis di pemerintahan.
Sejak memilih mundur dari jabatannya selaku Wakil Presiden, Moh. Hatta kerap melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah yang dianggap tidak sesuai. Khususnya terhadap kebijakan yang mengarah kepada otoritarianisme, puncaknya ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterapkan oleh Presiden Soekarno.
Walaupun sejak masa demokrasi Parlementer berlangsung, pertentangan antara kedua tokoh tersebut telah terjadi. Sejak Kabinet Wilopo berjalan, semakin gencar perseteruan antara golongan TNI dengan PKI. Kira-kira tiga tahun sebelum Pemilu 1955 dapat dilaksanakan, lantaran dominasi PKI dalam membangun kekuatan massa sudah semakin besar.
Puncaknya ada di tahun 1964, karena krisis ekonomi kala itu tengah melanda Indonesia. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah dirasa tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Disini kelompok-kelompok komunis (PKI) secara terang-terangan menyerang Moh. Hatta, dengan tuduhan telah menjerumuskan Indonesia.
Apalagi kebijakan mengenai penyatuan tiga ideologi yang berbeda (Nasionalis, Agama, dan Komunis) Nasakom. Moh. Hatta pesimis dengan upaya meredam konflik antar golongan, karena ketiga ideologi tersebut dianggapnya tidak dapat disatukan. Apalagi dari kalangan umat beragama, yang secara tegas menolak adanya unsur komunisme.
Belum lagi kala itu marak terjadi aksi pemberontakan, seperti PRRI/Permesta, maupun DI/TII, yang menyudutkan bagi golongan nasionalis dan agama. Moh. Hatta secara langsung dianggap terlibat oleh golongan komunis (PKI) yang kala itu memang memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan Presiden Soekarno.
Moh. Hatta, memang dianggap sebagai penghalang bagi PKI untuk melancarkan berbagai aksinya menduduki pemerintahan. Maka wajar, jika pada rencana kudeta di tahun 1965, nama beliau masuk dalam target penculikan oleh orang-orang komunis. Kuncoro Hadi dalam "Kronik '65", menjelaskan bahwa Syam Kamaruzaman mengusulkan kepada D.N. Aidit untuk "membereskan" Moh. Hatta.
Selain dari Chairul Saleh dan Sukarni, yang juga dianggap sebagai penghalang PKI. Sisanya adalah para petinggi TNI AD yang telah ditetapkan sebagai target utama. Mereka semua inilah yang kala itu terdata sebagai lawan PKI, baik di pemerintahan ataupun ketika membangun kekuatan massa.
Moh. Hatta kerap melakukan pidato counter menghadapi PKI di berbagai kesempatannya. Baik di lingkungan akademisi (kampus) ataupun agama (masjid). Sehingga sekelompok simpatisan PKI, kerap melakukan pemantauan terhadap kediaman Moh. Hatta, Jl. Diponegoro, Menteng.