Siapa yang tidak kenal dengan nama Raymond Westerling? Seorang tokoh militer Belanda yang kerap disebut Iwan Fals dalam lagu "Pesawat Tempur". Selain keterlibatannya dalam kasus pembantaian rakyat Sulawesi sekitar bulan Desember 1946 hingga Februari 1947, Westerling ternyata diketahui turut terlibat dalam aksi serupa di Bandung.
Tepatnya pada tanggal 23 Januari 1950, artinya, ini orang ga ada kapoknya jadi incaran para pejuang Republik. Melalui Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), yang dibentuknya pada 15 Januari 1949. Westerling yang kekeuh mempertahankan konsep Negara Federal ini mulai mengadakan pengacauan. Demikian kisahnya dalam panggung sejarah Indonesia.
Memilih nama Ratu Adil dalam barisannya, tentu memiliki alasan sendiri baginya, yakni kepercayaan terhadap Ratu Adil oleh rakyat kala itu. Seolah aksinya adalah "wujud" dari Ratu Adil yang menjelma bersama pasukannya. Walau tentu saja hanya untuk kepentingan Belanda, yang masih enggan pergi dari Indonesia.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar pada bulan Agustus 1949 disebut-sebut sebagai latar belakang utamanya. Apalagi pada poin yang menyebutkan bahwa tentara KNIL yang berasal dari Indonesia akan digabungkan bersama TNI. Sontak saja, hal ini menyebabkan para pendukung KNIL tidak sependapat dengan hasil keputusan tersebut.
Rata-rata pasukan KNIL-Indo ini telah merasa nyaman dengan gaji yang memadai. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Andi Azis ketika turut memberontak di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Jadi antara Westerling dengan Andi Azis ini satu circle dengan tujuan Negara Federal yang tergabung dibawah Negara Belanda sebagai induknya.
Tetapi, Westerling kemudian melanjutkan kampanye militernya di Jawa Barat. Melalui Kota Cimahi pasukan APRA bergerak menuju Bandung, dengan tujuan markas pasukan Siliwangi di Jl. Lembong. Yap, mengambil nama Lembong, melalui kisah seorang perwira Republik yang gugur pada peristiwa tersebut.
Adolf Gustaaf Lembong bersama ajudannya Leo Kailalo yang kala itu hendak bertandang ke markas Siliwangi tidak mengetahui akan adanya aksi militer dari pasukan APRA. Padahal kedatangannya kala itu bertujuan untuk mendirikan pusat pendidikan militer, dan sedianya hal itu dapat direalisasikan melalui pimpinan militer dari Divisi Siliwangi.
Ada semacam skenario yang dilakukan oleh Westerling sebelum melakukan penyerangan. Sultan Hamid II yang juga menghendaki pembentukan Negara Federal justru melakukan kontak dengan pasukan KNIL di Bandung. Tentunya bersama dengan Westerling, hingga terjadinya aksi penyerangan dan pengacauan kota.
Mereka mengincar para petinggi Negara dan utusan militer yang tengah berada dalam sidang Dewan Menteri RIS. Dengan target utamanya adalah Sultan Hamengkubuwono IX dan T.B. Simatupang yang harus ditembak mati. Aksi pendudukan markas Siliwangi pun menimbulkan korban jiwa dari pasukan Republik.
Pasukan APRA menembaki secara acak para pasukan TNI yang ditemuinya selama melakukan pendudukan di Bandung. Disebutkan sekitar 94 pasukan TNI gugur dalam peristiwa tersebut. Tetapi, rencana pendudukan Jakarta sebagai target selanjutnya tidak berjalan dengan baik. Lantaran pasukan KNIL-Indo justru banyak yang tidak menyetujui aksi dari penyerbuan ini.