Kali ini adalah kisah seorang pahlawan besar bernama Sutan Syahrir, yang hingga akhir hayatnya meninggal dalam pengasingan. Sebuah kisah tragis bagi seorang Bapak Bangsa yang justru berakhir ditangan bangsanya sendiri. Siapa sangka, konflik politik pada akhirnya membuat dirinya ditetapkan sebagai seorang tahanan politik.
Pertama kita awali dengan kisah beliau di panggung sejarah Indonesia. Tentu saja sejak era pergerakan nasional bergulir, siapa yang tidak kenal tokoh asal Padang Panjang ini. Sejak muda Sutan Syahrir memang menekuni dunia politik, melalui aktivitasnya dalam berbagai organisasi kedaerahan ataupun nasional.
Dimana ia tercatat sebagai salah satu pendiri organisasi Pemuda Indonesia, yang kala itu dianggap sebagai penggerak pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia. Sutan Syahrir juga terlibat secara langsung dalam perumusan Sumpah Pemuda di tahun 1928. Hingga membuatnya melanjutkan studi hukumnya di Belanda.
Selama di Belanda inilah, beliau mendalami paham sosialisme yang tumbuh subur di Eropa. Kelak selama di Eropa inilah, Sutan Syahrir kemudian bergabung dengan organisasi Perhimpinan Indonesia bersama Moh. Hatta. Selama tahun 1930an, kebijakan Belanda dalam memberangus organisasi pergerakan sudah semakin keras.
Begitupula dengan para anggotanya, dengan tidak ada pengecualian bagi siapapun yang terlibat dalam organisasi nasional. Termasuk Sutan Syahrir, yang pada tahun 1931 kembali ke Indonesia. Bukannya malah takut, justru beliau bergabung bersama Partai Nasional Indonesia (PNI) Baru, usai dibekukan oleh Pemerintah Belanda.
Hal inilah yang membuatnya kemudian ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Papua, bersama Moh. Hatta. Berikutnya adalah Banda Neira, Maluku, lokasi pengasingan Sutan Syahir bersama Moh. Hatta. Jadi, dapat dibayangkan betapa dekatnya Sutan Syahrir dengan Moh. Hatta.
Hingga masa pendudukan Jepang di Indonesia, Soekarno-Hatta yang lebih bersikap kooperatif, menjadikan berpisah kongsi. Tidak lain karena Sutan Syahrir mengetahui bahwa Jepang tidak akan menang melawan Sekutu. Berangkat dari keyakinan inilah, beliau menghimpun gerakan bawah tanah untuk melawan Jepang.
Selain itu, kelompok bawah tanah yang dibina oleh Sutan Syahrir ini mempersiapkan segala sesuatu untuk meraih kemerdekaan secara penuh. Kelak, melalui informasi dari Sutan Syahrir, berita mengenai terdesaknya Jepang dapat diketahui oleh para pemuda Indonesia.
Maka tidak heran, jika Sutan Syahrir dilabeli sebagai seorang pejuang radikal. Menuntut kemerdekaan dari tangan bangsa sendiri, tidak melalui hadiah atau pemberian Jepang. Sekiranya demikian yang membuat antara Soekarno-Hatta dan Sutan Syahrir kerap berkonflik ketika masa kekalahan Jepang sudah terdengar.
Bahkan, para pemuda pendukungnya hingga melakukan aksi penculikan terhadap Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok. Tujuannya tetap, kemerdekaan yang sepenuhnya. Bukan lantaran Moh. Hatta mengetahui karakter Sutan Syahrir yang keras kepala. Melainkan keinginannya, melalui perjuangan politik yang direncanakan secara matang, malalui Partai Sosialis Indonesia.