Mohon tunggu...
Novita Aprilia
Novita Aprilia Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - yakin usaha sampai

iman ilmu amal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Perempuan Internasional 2019: Ini yang Wajib Perempuan Lakukan

7 Maret 2019   20:26 Diperbarui: 7 Maret 2019   22:58 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah wujud keriasauan mahasiswi terhadap perempuan modern yang pola hidupnya cenderung konsumtif, hedonis, dan bertindak hanya untuk kepentingan pribadi. 

Terlepas dari sejarah tokoh-tokoh perempuan nasional seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Rangkayo Rasuna, dan lainnya serta sejarah tokoh perempuan internasional seperti Clara Zetkin, Nawal El Saadawi dkk yang memberontak dan mengkritik budaya patriarki serta berjuanng demi pembebasan kaum perempuan, agar kesetaraan dan kebebasan mengekspresikan diri di ruang publik dapat tercapai. 

Jauh kedepan, mari kita melirik dunia saat ini. Dimana kita akan menemui gadis cantik karena keberaniannya, karena pengaruh positifnya untuk tatanan masyarakat yang lebih baik, sosok yang semangat, riang dan gembira, ramah nan asyik, gadis yang tekun dan ulet, berintegritas, serta bekerja bukan hanya untuk kepentingan pribadi namun jauh kedepan untuk pengabdian kepada masyarakat. 

Namun miris, andai adat isti adat mengizinkan, juga budaya patriarki tak begitu kuat, maka saya ingin mengabdikan seluruh hidup saya untuk kemajuan dan juga perjuangan mereka kaum perempuan yang tertindas, yang hidupnya penuh intimidasi dari keluarga, buruh perempuan dengan gaji yang tak layak, perempuan yang ditindas harga dirinya, yang dilecehkan kemudian didiskriminasi, kasta-kasta, juga berjuang untuk melegistimasi eksistensi perempuan itu sendiri.

Bergetar hati ketika mendengar kasus-kasus yang lagi-lagi menyudutkan wanita dalam keterpurukan. Berita pemerkosaan juga kekerasan terhadap perempuan saling susul-menyusul seperti kuda yang berlari dalam pacuan yang begitu dinamis, tak luput pula eksploitasi perempuan yang imbasnya hanya menjadikan perempuan sebagai subjek dalam aktivitas kehidupan bernegara. 

Sehingga, tubuh perempuan dan juga pikirannya terbelenggu dalam kecurangan kaum yang tak mau memberikan peluang untuk kemajuan perempuan, dan celakanya perempuan juga tak berkeinginan untuk bangkit. Kebanyakan dari perempuan memilih untuk hidup tertindas ketimbang mati melawan. Sungguh bukan pilihan yang menguntungkan bagi perempuan katanya.

Mudah bagi perempuan yang memiliki kemauan untuk merombak bahkan menghancur-leburkan belenggu yang membalut dirinya, juga struktur penindasannya sudah sangat jelas mulai dari keturunan, hingga kebiasaan masyarakat dalam negeri ini, jika tak ada rasa suci yang mengikat yaitu kecintaan terhadap orang yang melahirkan saya, dan telah mencintai saya dengan tulusnya. 

Maka saya akan menjadi perempuan yang memberontak nasib. Namun, setiap masa hanya dapat memberi senyum tulus, dicintai dalam balutan adat yang tak bisa digugat, yang memainkan peran sebagai pelindung tapi sebenarnya melukai hati perempuan. 

Setelah itu saya merasa  tak pantas menuruti niat dalam hati untuk melangkah maju seperti yang saya dambakan.  Sebab, ini hanya akan mematahkan hati keduanya sebagai seorang yang meyakini adat dengan mendiskriminasi perempuan.

Semua orang meneriakan emansipasi dari penjuru indonesia bahkan dunia, namun saya tak merasakan makna emansipasi perempuan itu sendiri. Mungkin kemerdekaan individu bagi sebagian perempuan ialah ketika ia bebas melakukan sesuatu tanpa intervensi orang lain, atau kebebasan individu perempuan diukur ketika ia bebas keluar rumah hingga larut malam, bebas menuruti kemauan hati, juga bebas mengatur dirinya sendiri alias egoisme dan cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar.

Tidak, tidak demikian! Namun yang terpenting bagi saya memaknai emansipasi ialah langkah atau peluang untuk menjadikan perempuan lebih maju, mandiri, memiliki semangat juang, menciptakan kesetaraan, dan berperan dalam ranah domestik maupun publik tanpa fiksasi,  selama mereka masih berporos kepada yang hanif atau kebenaran, etika dan moral seorang perempuan yang harus dijunjung setinggi mungkin.

Beranjak sedikit dari emansipasi. Selain memiliki hasrat untuk kebebasan, sebagian besar perempuan juga didukung dengan kemampuan yang luar biasa  mulai dari kepekaan sosial yang tinggi, berjiwa integritas, hasrat untuk kemajuan, juga perananan dalam struktur organisasi yang berpengaruh positif. 

Hal ini dapat dilihat dari representari perempuan dalam struktur organisasi,  perempuan cenderung memberikan ide-ide cemerlang untuk kemajuan organisasinya dengan mekanisme yang terstruktur, dan tentu saja memiliki tanggung jawab yang besar atas keputusan yang diambilnya. Inilah  salah satu modal perempuan untuk beranjak selangkah lebih maju dari saat ini.

Namun lagi-lagi karena belenggu seperti yang dijelaskan diatas, dapat kita lihat representasi perempuan di sektor publik untuk memainkan peran strategis tidak cukup banyak dan berhenti hanya dalam ruang lingkup kecil dan singkat seperti masa jabatan dalam organisasi. 

Alangkah tidak menyenangkan kondisi seperti ini. 15 februari 1902 Kartini dalam suratnya kepada Nn. E.H Zeehandelar mengataan "jika sesorang berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan hati saya, maka akan mendidihlah darah saya" disini terlihat kepekaan sosial yang tinggi dari seorang Kartini pada zaman dahulu terhadap kondisi sosial masyarakat juga tatanannya. 

Lalu bagaimana Kartini-Kartini masa kini? Dengan bangga mereka melabeli dirinya sebagai seoraang Kartini masa kini, mungkin lebih tepatnya Kartini tanpa perjuangan masa kini.

Terlepas dari sosok Kartini, mari kita kembali pada konteks kekinian. jika para pejuang emansipasi  memberontak untuk memperoleh pembebasan terhadap kaum perempuan dengan sangat masif, maka perempuan masa kini tidak memiliki alasan untuk mundur meskipun selangkah. Ber-terimakasihlah kepada tokoh-tokoh pejuang emansipasi sehingga saat ini kita dapat mengekspresikan kebebasan yang dicita-citakan sejak dulu. 

Tidak sekedar bebas, sekarang perempuan dituntut untuk menjadi pembaharu masyarakat, melawan penindasan terhadap perempuan,  menegakan hukum, berperan untuk meminimalisir kekerasan seksual dan lain sebagainya. Bukan berperan sebagai sosok yang apatis terhadap kondisi masyarakat.

Menjelang Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 08 maret, kasus kekerasan seksual turut mewarnai isu hari perempuan internasional 2019. Mirisnya korban kekerasan seksual tidak memandang umur, mulai dari usia kanak-kanak hingga dewasa. 

Hal ini menjadi momok yang mengerikan bagi manusia yang memiliki kepekaan sosial, lebih parahnya sebagian besar korban kekerasan seksual adalah perempuan. Lagi dan lagi perempuan! Bahkan yang lebih parah ketika korban meminta keadilan, dan hukum ditegakkan, pemerintah seolah menganggap kasus demikian bukan perkara yang besar dan akhirnya lenyap begitu saja. 

Dengan demikian saya mengajak rekan-rekan untuk saling intropeksi juga menjaga diri agar dapat bertindak mengatasi permasalahan tersebut mulai dari pengawalan isu hingga tahap akhir dari kasus tersebut.

Disamping kewajiban perempuan untuk belajar sebagai bekal masa depan, perempuan juga memiliki kewajiban untuk mengekspresikan kepeduliannya terhadap kondisi perempuan saat ini. Hari perempuan internasional dapat menjadi wadah untuk mengekspresikan kekesalan dan kerisauan, juga keprihatinan terhadap perempuan masa kini. 

Mari kita jadikan Hari Perempuan Internasional untuk mengevaluasi diri kita sendiri, dalam ruang publik telaah terhadap kebijakan yang mendiskriminasi perempuan, dan lain sebagainya.

Selamat hari perempuan internasional 08 Maret 2019.

Penulis : Novita Aprilia (Kohati Komisariat Fisip Untan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun