Mohon tunggu...
Novita Ekawati
Novita Ekawati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengajar dan aktivis muslimah

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Alih Fungsi Lahan Menggerus Pertanian

22 Februari 2023   06:43 Diperbarui: 22 Februari 2023   10:00 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Novita Ekawati

Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Banyak penduduknya yang bekerja di sektor pertanian. Ekonomi negara juga bertumpu pada sektor pertanian. Bahkan, sejak dahulu, Nusantara dikenal dunia karena rempah-rempah yang merupakan hasil pertanian.

Namun, sayangnya, sektor ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Alih fungsi lahan pertanian masif terjadi sehingga luasnya kian terkikis. Alih fungsi lahan di Indonesia mencapai 150.000 hektare per tahun pada 2019, berubah menjadi pemukiman, industri, dan jalan. Laju alih fungsi ini terus meningkat karena pada 1990-an masih 30.000 hektare per tahun. 

Salah satunya adalah berkurangnya kawasan pertanian di Kalimantan Timur dikarenakan peralihan kawasan pertanian menjadi perkebunan sawit, pemukiman dan areal tambang batu bara. Peralihan lahan terkesan sangat mudah dikarenakan petani maupun pemilik lahan tak lagi dapat bergantung dari hasil pertanian mereka, faktor lainnya juga banyaknya lahan tidur dikarenakan nutrisi tanah yang tak lagi subur. 

Peralihan fungsi lahan ini turut menyumbang minimnya pendapatan petani saat ini. Walhasil beberapa petani ikutan mencoba peruntungan untuk menambang batubara meskipun secara ilegal. 

Pertambangan batu bara ilegal di Kaltim terus mewabah seturut harga komoditas yang semakin melambung tinggi. Pada tahun 2021 Jatam Kaltim menganalisis setidaknya ada 100 titik penggalian tambang tanpa izin di Kukar. 50 titik yang diindentifikasi ilegal berada di Samboja, Sebulu, Loa Janan, Loa Kulu dan Tenggarong Seberang. 

Kepolisian Kukar tidak menampik adanya tambang ilegal tersebut, namun kepolisian tidak akan bertindak sebelum mendapatkan bukti kuat. Pemerintah daerah seakan tidak memiliki kuasa untuk menindak tambang-tambang ilegal tersebut dikarenakan semua bergantung pada kebijakan pemerintah pusat. Saat ini berjalannya pertambangan di daerah sudah cukup dengan mengantongi surat izin lingkungan saja.

Beralihnya fungsi lahan ini tentu saja tidak hanya berefek negatif pada para petani tapi juga seluruh masyarakat sekitar. Efek bencana yang paling sering terjadi adalah banjir dan tanah longsor. Banjir tersebut menyeret tumpahan batu bara hingga masuk ke permukiman warga dan merusak lahan-lahan pertanian dan sumber air di wilayah tersebut. 

Sulitnya memberantas tambang-tambang ilegal yang seakan dibiarkan begitu saja oleh pemerintah, tidak dipungkiri ada kaitannya dengan politik Kapitalisme di negeri ini. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk menjaga luas lahan pertanian. Akan tetapi, regulasi ini mandul di tengah deru industrialisasi dan pembangunan. Arah pembangunan yang kapitalistik menjadikan para pejabat mudah memberikan izin alih fungsi lahan. 

Pembiaran masifnya alih fungsi ini menunjukkan rendahnya keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian. Padahal, pertanian adalah sektor strategis dalam sebuah negara. Pertanian merupakan kunci terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan, sedangkan ketahanan dan kemandirian pangan merupakan hal mutlak dalam mewujudkan kedaulatan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun