Penguasa yang telah didikte para korporasi telah mengorbankan prinsip tata kelola lingkungan termasuk menyia-nyiakan hasil kajian ilmiah dan diskusi para intelektual untuk mewujudkan kelestarian lingkungan.
Kapitalisme membebaskan individu untuk menguasai apa yang menjadi kepemilikan umum bahkan memiliki aset negara sekalipun (hurriyatul milkiyyah). Negara bahkan memfasilitasi individu ataupun kelompok elit tertentu untuk menguasai sejumlah aset melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, meski hal tersebut mengganggu dan merusak hajat hidup orang banyak. Kapitalisme adalah berpihak pada kepentingan pemodal. Maka selama kita mengadopsinya, selama itu pula hak rakyat akan terus dirampas.
Pengelolaan lingkungan dari negara sudah seharusnya mencegah tata kelola lingkungan yang lahir dari kerakusan dan sifat konsumerisme manusia. Hutan harus didudukkan sebagai harta milik umum. Sebab, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang.
Sehingga, negara tidak dibenarkan memberikan hak pemanfaatan istimewa berupa hak konsesi dan lainnya kepada individu ataupun perusahaan, baik untuk pembukaan tambang, perkebunan sawit, dan lain sebagainya yang mengancam kelestarian lingkungan. Maka jelas, negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab langsung lagi sepenuhnya dalam pengelolaan hutan, menjauhkannya dari aspek eksploitatif dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk mencegah kerusakan terjadi di bumi ini. Sebagaimana firman Allah ta'ala yang sudah mengingatkan kita semua,
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" {QS. Ar-Rum Ayat 41}.
Wallahu a'lam ..[ ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H