Mohon tunggu...
Novis Fouriandi
Novis Fouriandi Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Olahraga, Seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Terakhir Sang Rupiah

8 Maret 2024   10:51 Diperbarui: 8 Maret 2024   10:54 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untaian cinta yang dulu indah terpuja,

tinggallah lamunan duka bagiku.

Sebongkah bahagia yang pernah ada,

hari berganti hari menjadi kepingan duka di perihnya lukaku.

Aku adalah Rupiah, lambang utama negara yang sudah merdeka.

Aku lahir  dengan membawa impian untuk menjadi primadona alat pembayaran yang sah di negeriku.

Sorak riuh kehadiranku telah membawa  negara tercintaku untuk semakin berdaulat dan diakui oleh bangsa lain.

Diriku ada setelah empat belas bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Berkat perjuangan berat para pejuang dan pemimpinku, pada  30 Oktober 1946 pukul  00.00 kehadiranku diumumkan secara resmi dengan diberi nama ORI (Oeang Republik Indonesia).

Empat tahun kemudian setelah pendeklarasian NKRI pada 17 Agustus 1950, namaku diubah menjadi 'Rupiah' yang diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti 'perak' dengan alasan koin-koin yang dicetak pada saat itu terbuat dari perak.

---------------------------------------------

Sekarang tibalah masanya,

Masa yang tidak pernah kunanti-nantikan,

Masa yang telah mengubah hidup dan hari-hariku,

Masa yang bisa menjatuhkan harga diriku,

Dimana hatiku berdesir perih menerimanya.

180 peserta mata uang yang diakui PBB secara internasional,

siap hadir menerima pengumuman dari The Richest.

Dan hasilnya ... (jeng-jeng)

Hey,!!! Itu ada namaku.

Aliran darahku tiba-tiba berhenti,

kepalaku pusing dan mataku berkunang-kunang ketika melihat keberadaanku.

Posisiku ada diantara salah satu kategori. Kategori "The Rubbish Currency".

Ternyata Aku dinilai sebagai salah satu mata uang,

dengan nilai tukar yang paling rendah terhadap nilai Dollar dari Negara Amerika Serikat.

Tidaakkk!!!

Ini pasti ada kesalahan dalam penilaian...

Aku berteriak histeris,  sehingga semua peserta menoleh kepadaku.

"It can't be me!", kataku dengar gusar.

Riel peserta dari Negara Kamboja dan Dong dari Vietnam berusaha menenangkanku, "Just calm down, Ms.Rupiah! Nothing can be worry about. Everything will be ok.  You see,..we also be there in that category. This is such of one value from many assessment. And we can get high value in another assessment for sure!". 

"Nooo,..I can't! This is about my sovereignty in world's eyes!", teriakku.

Aku jadi merasa tidak percaya diri untuk berdiri tegap diantara para peserta.

Berjajaran diantara primadona mata uang lain di seluruh dunia.

Nilaiku sangat rendah untuk menunjukkan derajat kedaulatan bangsaku kepada mereka.

Dollar yang berada diantara kami dengan percaya diri dan tawa yang keras berkata, "All of you have to follow my regulation. I'm the winner! Who else can change my position?"

Semua orang begitu terpesona melihat keanggunan dan kehebatannya.

Semua mata berbinar-binar memandangi dan membayangkan dirinya.

She's so attractive and Everybody are madly in love wth her.

BUT,...

Damn, I really hate it!!!

------------------------------------

Aku pulang ke negaraku,

ke tangan bangsaku,

dengan membawa kehampaan dan rasa malu.

Masihkah diriku bernilai bagi mereka?

Tidak!

Ternyata diriku cuma sebuah kertas yang tidak begitu berarti apa-apa bagi mereka.

Diriku dengan mudahnya dilipat, diremas, dicorat-coret dan distaples.

Sedangkan Dollar,...

Mereka merawat dan menyediakan dompet khusus untuk menjaganya.

Tidak boleh ada lecet sedikitpun untuk mempertahankan nilainya.

Mereka juga berlomba-lomba untuk berinvestasi banyak Dollar daripada memilih investasi menggunakanku.

Mereka rela menukarkan beberapa bagian dariku untuk mendapatkan satu bagian dari Dollar yang hanya bernilai $1.

Itulah bangsaku!

Diriku telah dilecehkan dengan perlakuan mereka.

Harga diriku sudah terinjak-injak.

Hak-hak ku sudah tidak dipenuhi lagi.

Kepercayaan diriku sudah diruntuhkan.

Begitu hinakah diriku kini?

Diriku yang selama ini menjadi primadona di negeri sendiri,

sekarang menjadi sesuatu yang dianggap sebelah mata.

Masih adakah orang yang mau membelaku?

Masih adakah orang yang mau memperjuangkanku,

seperti para pejuang dan pemimpinku dahulu yang bertekad kuat untuk bisa menghadirkanku ketengah-tengah bangsaku?

Tiba-tiba diriku dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki tua yang datang ke arahku.

Dengan penuh kegirangan memungutiku yang sedang teronggok di tengah jalan.

Dia menciumiku bertubi-tubi hingga aku merasa kegelian.

 "Ternyata masih ada orang yang berharap memilikiku", gumamku sambil tersenyum.

Aku sangat bahagia dan terharu melihatnya.

Namun perkataannya sangat menohok relung jiwaku.

"Biar gimanapun, aku akan selalu cinta kamu! Dapetin kamu aja susah, apalagi dollar...", ujarnya.

Ternyataaaa, .....!!!

Aku hanya pilihan kedua setelah dollar tidak mungkin lagi didapatkan.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Lihaaat...!!!

Aku tercenung dengan Dollar yang berseliweran hilir-mudik di negaraku sendiri.

Aku berusaha berbasa-basi menyapa,

untuk menunjukkan bahwa aku masih punya martabat.

Negaraku masih punya nilai norma-norma dan budaya ramah-tamah yang dijunjung tinggi,

meskipun diriku telah menanggung malu.

Sapaku,"Hello my dear friend. How are you?"

Lanjutku,"By the way, what are you doing here in my country? I think, we aren't celebrating anything till invite you to come here?" 

Dengan angkuhnya dia menjawab, "many people of yours want me here. So,.should I reject it? As you know, I am so valueable. Everybody loves me!"

Dan sambil memalingkan muka dan melambaikan tangan dia berkata, "And look you are,...you are such a rubbish money in this world".

Mukaku memerah mendengar sindirannya, "Listen,...!!! All you have to do is leaving my beloved country! And don't you even dare to disturb my country economic stability".

Ingin rasanya mengoyak mulutnya yang sombong,

dan merobek-robek tubuhnya hingga menjadi serpihan tiada bentuk.

Tapi,...

tanganku terlalu berharga ntuk ternoda akan kejahatan yang bisa kulakukan kepadanya!

Memang harus kuakui, bangsaku sangat ketergantungan padanya.

Hampir semua pinjaman maupun dana hibah selalu menggunakannya sebagai alat tukar.

Dia dicari untuk pembayaran hutang luar negeri, transaksi import dan juga transaksi dalam negeri bangsaku.

Dan sayangnya,..

Para ekspatriat yang jumlahnya telah ribuan,

yang cari makan di negaraku sendiri, haruskah digaji dengan dollar juga?

Trus, Aku dipakai untuk membayar apa?

Dengan kejadian ini saja, Aku jadi merasa semakin tidak dihargai.

Bagaimana dengan kejadian transaksi lainnya...!!!

Dollar seakan-akan telah menggantikan posisiku menjadi primadona di negaraku sendiri.

Permintaan terhadapnya yang tinggi, membuat nilai tukarku berpeluang lemah.

--------------------------------------------

Diriku tak berdaya...!!!

Di sini kurenungi hari-hari yang menghapus impianku,

hanya rintikan hujan yang membasahi brandaku.

Di tempat ini ku berbaring sendiri beralaskan pada pilar pilar waktu,

yang kian hari semakin tak menentu,

dan air mataku meratap pilu.

Yang kuinginkan hanyalah ketulusan dan kebahagiaan dari cinta.

Cinta yang selalu berada dekat disaat susah dan senang negeriku.

Yang datang padaku hari ini, esok dan seterusnya...

Kumohon,..

Cintailah aku,..

Karena aku adalah simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia!

With  Love, 

         Rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun